Rabu, 06 Maret 2013

Bersama Mewujudkan Semangat #AntiMiras

foto: antimiras.com

Ada sebuah kisah menarik yang saya peroleh dari seorang kyai. Kisah tentang pemuda alim yang ditantang untuk berbuat maksiat satu kali saja. Tiga jenis kemaksiatan yang ditawarkan kepada pemuda tersebut: membunuh, berzina atau menenggak minuman keras (khamr).

Sang pemuda mempertimbangkan dampak paling kecil yang dilakukannya ketika berbuat maksiat. Membunuh sebuah dosa besar dan mendapat murka Tuhan yang luar biasa. Berzina pun sama, dosa besar. Akhirnya dia memilih minuman keras. Dia berpikir, minuman keras tidak merugikan orang lain. 

Yang kemudian terjadi, setelah menenggak minuman keras, sang pemuda itu pun mabuk. Dalam kondisi itu, dia dia melihat seorang perempuan, hingga timbul hasratnya untuk berzina. Usai perzinaan itu, dia merasa khawatir perbuatannya akan diceritakan si perempuan tersebut kepada orang lain. Dia pun membunuh perempuan itu. 

Pelajaran yang bisa dipetik dari kisah tersebut, ditinjau dari sudut apapun minuman keras menimbulkan dampak yang tidak hanya merugikan bagi diri sendiri tapi juga orang lain. Dan tidak hanya itu saja, fakta menunjukan meningkatnya kasus penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja saat ini juga banyak diawali dari minuman keras.  

Saat pelatihan relawan (volunteer) yang diselenggarakan Badan Narkotika Nasional (BNN) beberapa tahun yang lalu, saya mendapatkan info bahwa salah satu pemicu dari meruyaknya kasus penyalahgunaan narkoba berawal dari pergaulan yang salah. Ada anggapan menjadi tidak gaul jika tidak merokok atau tidak ikut pesta minuman keras. 

Kasus-kasus seperti ini tidak hanya terjadi pada anak-anak yang di dalam keluarganya bermasalah (broken home), tapi juga bisa menimpa pada remaja dari keluarga baik. Lagi-lagi, faktornya karena salah pergaulan. Padahal, jika sudah terjebak pada kebiasaan buruk itu akan sulit keluar dari lingkaran tersebut. 

Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang kemudian bermetamorfosis menjadi pelaku. Artinya, menjadi orang yang berinisiatif mengajak teman-teman lainnya mengkonsumsi minuman keras, setelah itu berlanjut ke narkoba. Jika temannya sudah ketergantungan dengan dua hal tersebut, dia pun berperan sebagai pemasok. Jika dua hal ini sudah bersatu, bisa dipastikan angka kriminalitas akan menjadi meningkat.

Ironisnya, meski data-data tentang hal tersebut sudah demikian banyak, masyarakat sendiri terkesan membiarkan hal tersebut terus terjadi. Yang justeru jauh mencemaskan, saat ini muncul kesan minuman keras justeru dilegalkan. Saya pernah melihat  sejumlah pelajar SMA yang asyik nongkrong di sebuah tenda depan di sebuah toko makanan dan minuman waralaba di Jakarta Selatan. Tanpa sungkan-sungkan mereka menenggak minuman keras yang dibelinya dari toko waralaba tersebut. 

Permisif


Pemusnahan botol miras (foto:beritajakarta.com)
Merebaknya minuman keras khususnya di kalangan remaja tidak terlepas dari kian permisifnya masyarakat dalam menyikapi hal tersebut. Ada sebagian kalangan yang menganggap mengkonsumsi minuman merupakan hal biasa di kalangan anak-anak muda. Padahal, anggapan itu sangat membahayakan dan berdampak luas baik terhadap diri anak mudah tersebut maupun lingkungannya.

Karena itu, untuk mencegah merebaknya fenomena tersebut harus dilakukan secara sinergis.  Siapa yang harus melakukan itu? Banyak pihak. Jika di dunia maya saat ini semangat komunitas #Antimiras demikian tinggi dalam menggalang kampanye anti minuman keras dan minuman alkohol, maka semua pihak mulai dari pemerintah, aparat keamanan, guru, tokoh agama, lembaga swadaya maupun masyarakat harus bersama-sama mewujudkan semangat itu dalam aksi yang nyata. 

Pemerintah dengan kewenangannya harus melakukan langkah-langkah yang strategis mulai dari hulu (menerbitkan Undang-Undang tentang Miras/Minol) hingga hilir (melaksanakan UU tersebut secara konsisten). Semangat menerbitkan UU tersebut  sesuai dengan amanat konstitusi yakni melindungi segenap warga negara seperti tercantum dalam Pembukaan UU Dasar 1945.

Payung hukum ini pula yang akan menjadi acuan bagi petugas kepolisian melakukan tindakan bagi para pelanggarnya. Sekarang ini sering kali muncul konflik saat dilakukan razia karena banyak yang berlindung di balik UU tentang distribusi minuman keras.

Tokoh agama sudah jelas tugas dan fungsinya memberikan pemahaman kepada umatnya mengenai larangan mengkonsumsi minuman keras sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Apalagi seperti kita ketahui, di negeri kita sendiri masih banyak terdapat minuman keras tradisional yang juga tidak kalah membahayakan. Pendekatan secara agama maupun adat tentu akan lebih baik bagi komunitas masyarakat yang memiliki tradisi memproduksi minuman keras tradisional tersebut.

Jika semua pihak mendukung upaya ini, kita optimis kampanye #Antimiras akan membawa banyak perubahan  positif terhadap sikap masyarakat. Karena itu, sebagai langkah awal mari kita desak pemerintah menerbitkan UU tentang Minuman Keras!.***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar