Di Karawang Jawa Barat, setiap tahun jutaan kubik air terbuang sia-sia ke laut. Sebelum terbuang sia-sia, air yang berasal dari hulu Citarum itu ‘mampir’ ke kawasan sekitar daerah aliran sungai (DAS). Dampaknya, ribuan rumah terendam berhari-hari. Aktivitas masyarakat terganggu.
Di kawasan hilir yang sebagian
besar lahan pertanian tak urung terkena dampak. Puluhan hektar sawah terendam
banjir. Petani merugi karena banjir menyebabkan gagal panen.
Kondisi itu nyaris
terulang setiap tahun dengan dampak kerugian yang terus meningkat.Terlebih dengan
semakin meningkatnya kerusakan kawasan konservasi air baik di sekitar hulu
maupun DAS Citarum.
Pemerintah bukan tidak
melakukan langkah perbaikan. Normalisasi sungai melalui pengerukan (dredging)
dan perbaikan tanggul-tanggul Citarum dilakukan. Upaya lain melalui penghijauan
lahan-lahan kritis di kawasan hulu. Meski belum maksimal, upaya ini mampu
meminimalisir meluapnya air Citarum ketika tiba musim hujan.
Waduk Baru
Banjir mungkin bisa
diminimalisir dengan perbaikan-perbaikan seperti disebutkan di atas. Namun jutaan
kubik air tetap saja mengalir dengan lancar ke laut. Padahal, air dalam jumlah banyak tersebut sesungguhnya bisa
dijadikan sebagai sumber pengairan lahan-lahan pertanian di kawasan utara
Karawang.
Caranya yaitu dengan membangun
waduk di kawasan utara Karawang untuk menampung jutaan kubik air di musim hujan
yang biasanya langsung mengalir ke laut. Selain sebagai penampung jutaan kubik air
dari Citarum di kala musim hujan, waduk juga bisa digunakan untuk mengantisipasi
kekurangan air ketika musim kemarau.
Jika pembangunan waduk
ini bisa dilakukan, produktivitas lahan-lahan pertanian di kawasan tersebut
tentu akan meningkat. Jika saat ini dalam satu tahun hanya dua kali panen,
dengan adanya waduk baru bisa tiga kali panen. Setidaknya, dari dua kali panen
padi, satu kali panen palawija. Lahan pertanian pun bisa dimanfaatkan seoptimal
mungkin.
Untuk luas waduk yang perlu dibangun bisa dbandingkan dengan waduk Jatiluhur yang selama ini menjadi sumber pengairan utama di Karawang. Mengutip Wikipedia, Waduk Jatiluhur yang terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat merupakan bendungan terbesar di Indonesia yang luasnya mencapai 8.300 Ha. Bendungan ini memiliki potensi air sebesar 12,9 miliar m3/tahun dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia. Waduk Jatiluhur memiliki fungsi penyediaan air irigasi untuk 242.000 ha sawah (dua kali tanam setahun), bahan baku air minum, budi daya perikanan dan pengendali banjir yang dikelola oleh Perum Jasa Trita II.
Sedangkan data yang diperoleh dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyebutkan lahan pertanian Karawang seluas 94,075 Ha. Itu artinya, sekitar 40% air dari waduk Jatiluhur digunakan untuk mengairi lahan pertanian di Karawang. Karena itu, luas waduk yang dibangun pun paling tidak 25% luas waduk Jatiluhur.
Seperti halnya
Jatiluhur, selain untuk lahan pertanian, waduk juga bisa digunakan sebagai
sumber air minum, perikanan, pengendali banjir dan rekreasi.
Mencermati besarnya
manfaat tersebut, selayaknya pemerintah bergegas merancang pembangunan waduk
baru di Karawang Utara. Terlebih lagi dengan penyempitan lahan pertanian yang
terjadi di Karawang Selatan sebagai dampak alih fungsi lahan yang dipicu pembangunan
kawasan-kawasan industri.***