Menelusuri Jejak Riwayat Mbah Priok

Nama Mbah Priok menjadi sangat terkenal di seluruh Indonesia setelah terjadinya konflik antara massa dengan pihak Satpol PP Pemprov DKI Jakarta pada tanggal 14 April 2010. Belakangan ini, nama Mbah Priok juga kembali mencuat seiring rencana Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) yang akan berdialog dengan ulama dan masyarakat di lokasi yang disebut-sebut makam sosok tersebut.

Lalu, siapakah sosok yang disebut Mbah Priok itu? 

Lokasi Makam Mbah Priok (foto: eramuslim.com)

Yang dimaksud Mbah Priok adalah Habib Hasan Alhadad yang menurut sebagian kalangan, jasadnya sudah dipindahkan ke TPU Semper sejak tahun 1997. Namun oleh pihak ahli waris jasad Habib Hasan Alhadad diklaim masih berada di bekas TPU Dobo yang kini menjadi bagian dari kawasan Pelabuhan Tanjung Priok.

Yang menarik, hingga saat ini ada dua versi tentang kelahiran Habib Hasan Alhadad. Berikut ini disajikan dua versi tersebut dengan angka tahun kelahiran yang berbeda tersebut.

Versi Kelahiran Tahun 1870 M

Manakib Risalah

Riwayat Maqam Keramat Tanjung Priok / Pondok Dayung

Al Arif Billah Min Aulia Alloh Al – Habib

Hasan Bin Muhammad Al-Hadad

Keturunan Shohibur Rotib Rodiyalloh Anhu

Al-Arif Billah Habib Hasan Bin Muhammad Al-Haddad r.a dilahirkan di Palembang daerah Ulu Sumatera Selatan pada tahun 1870 M atau 1291 M, beliau belajar ilmu agama pada ayahanda serta kakeknya.

Pada tahun 1899 M, dalam usia (kurang lebih) 29 tahun, beliau pergi ke Pulau Jawa bersama Habib Ali Al-Hadad dan tiga (3) orang azami dari Palembang dengan menggunakan perahu, adapun maksudnya ingin berziarah antara lain ke Luar Batang, Cirebon, dan terus sampai ke Surabaya (Sunan Ampel).

Setelah perjalanan dua bulan lebih dengan mampir di beberapa tempat setelah sampai di Laut Jawa, beliau dan rombongan dihantam badai/ombak serta disertai hujan yang deras sehingga perbekalan pun terhambur/terlempar semua ke laut. Hanya sisa beras yang tercecer beberapa liter saja dari periuk dan alat menanakn nasi, sehingga untuk masak nasi saja kayu bakarnya menggunakan petak-petak perahu dan bahkan gagang dayung pun dipotongnya. Dalam keadaan tersebut beliau dan rombongan tidak punya bekal lagi. 

Beberapa hari kemudian datang lagi beberapa badai/ombak yang lebih besar disertai hujan dan guntur yang menggelegar, sehingga perahun pun tidak dapat dikendalikan lagi yang akhirnya perahu itu karam. Kejadian itu mengakibatkan meninggalnya tiga (3) orang azami dari rombongan itu. Adapun Al-Habib Hasan dan Habib Ali dengan susah payah berenang untuk mencapai perahu yang akhirnya selamatlah beliau beserta Habib Ali kemudian bisa duduk di perahu dalam posisi terbalik.

Di atas perahu itu beliau melakukan sembahyang beberapa kali, salam kemudian berdo’a. Dalam keadaan yang lemas kurang lebih sudah sepuluh hari tidak makan, akhirnya beliau jatuh ke laut tidak dapat ditolong oleh Habib Ali sehingga beliau wafat. Habib Ali yang masih duduk di atas perahu dalam keadaan lemah bersama jenazah beliau, periuk alat masak tadi dan sebuah dayung (yang sudah pendek gagangnya) yang semuanya terapung di laut didorong ombak-ombak kecil, akhirnya menepi ke pantai semenanjung. Rupanya sejak tadi di pantai itu ada beberapa orang yang melihat dan mereka pun memberi pertolongan.

Akhirnya dengan pertolongan mereka pula (diantaranya ada beberapa pekerja atau kuli berasal dari Banten), dikebumikan Al-Arif Billah Al-Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad di situ. Sebagai batu nisan (di bagian kepala) ditancapkan dayung-dayung sudah pendek itu dan di bagian kakinya ditancapkan sebatang kayu kecil (sebesar lengan anak-anak) yang kemudian tumbuh menjadi pohon Tanjung, adapun periuknya ditaruh di sisi makam itu konon lama-lama periuk tersebut bergeser-geser dan akhirnya ke laut. 

Versi Kelahiran Tahun 1727 M

RISALAH MANAQIB

(MBAH PRIUK)

Al-Imam Al’Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad R.A dilahirkan di Ulu Palembang Sumatera Selatan pada tahun 1727 M atau Beliau belajar ilmu agama pada ayahandanya dari kakeknya.

Meningkat usia dewasa Al-Imam Al’Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad R.A hijrah ke Hadramaut (Yaman Selatan), meneruskan datuknya yaitu Al-Imam Al’Arif Billah Quthbil Irsyad Wa Ghowtsil Ibad wal Bilad Alhabib Abdulloh bin Alwi Alhadad RA yang dikenal dengan sebutan Shohibul Rotib Al Hadad. Beliau menetap di Hadramaut beberapa tahun lamanya, setelah kemudian beliau kembali ke tempat kelahirannya di daerah Ulu Palembang Sumatera Selatan.

Pada tahun 1756 M, dalam usia kurang lebih 29 tahun, Al-Imam Al’Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad R.A pergi ke Pulau Jawa bersama Al-Imam Al’Arif Billah Alhabib Ali Alhadad dan tiga (3) orang azami. Dari Palembang dengan menggunakan perahu. Adapun maksud dan tujuannya ingin mensyiarkan agama Islam dan sekaligus berziarah ke beberapa tempat di antaranya ke Sohib Luar Batang (Alhabib Husein bin Abu Bakar Alaydrus RA),  Cirebon (Sunan Gunungjati RA), dan terus ke Surabaya (Sunan Ampel RA). 

Ketika akan berangkat ke Pulau Jawa Al-Imam Al’Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad R.A diserang dan dikejar-kejar oleh tentara Belanda, akan tetapi tidak satu pun peluru dan senjata meriam yang mengenai perahunya, dan di dalam satu serangan tersebut tidak terjadi apapun pada diri Al-Imam Al’Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad R.A dan yang lainnya, sehingga akhirnya tentara Belanda itu pun menghentikan serangannya.

Hal ini merupakan bukti karomah Al-Imam Al’Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad R.A, Beliau adalah seorang wali Allah yang mengabdikan hidupnya hanya mensyiarkan Agama Islam di dalam menegakkan kalimat Tauhid dari tanah kelahirannya hingga sampai keluar daerah (pulau Sumatera, Jawa dan yang lainnya).

Dalam perjalanan kurang lebih 2 (dua) bulan lamanya¸ Al-Imam Al’Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad R.A singgah di beberapa tempat ketika sedang dalam perjalanan, perahu tersebut beserta rombongannya dihantam badai dan ombak yang disertai hujan yang sangat deras. Sehingga semua perbekalan yang ada di dalam perahu terhambur dan terlempar semua, adapun yang tersisa hanyalah beras yang tercecer beberapa liter saja, dari alat menanak nasi (priok). Untuk menanak nasi saja beliau Al-Imam Al’Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad R.A menggunakan kayu bakar dengan petak-petak perahu bahkan gagang dayung pun digunakannya. Lalu ketika perbekalan habis jubah beliau dimasukkan ke dalam priuk itu lalu beliau berdoa ketika dibuka jadilah nasi dengan karomahnya Al-Imam Al’Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad R.A.

Beberapa hari kemudian datang lagi badai dan ombak yang lebih besar disertai dengan hujan dan guntur yang menggelegar, sehingga perahu pun tidak dapat lagi dikendalikan dan akhirnya perahu beliau (Al-Imam Al’Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad R.A) karam (terbalik). Kejadian karamnya perahu tersebut mengakibatkan meninggalnya tiga (3) orang dari azami. Adapun beliau Al-Imam Al’Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad R.A dan Al-Imam Al’Arif Billah Al Habib ‘Ali Al Hadad R.A, selamat lalu dengan susah payah beliau berenang untuk mencapai perahu yang dalam keadaan posisi terbalik.

Kemudian di atas perahu beliau (Al-Imam Al’Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad R.A) dapat melaksanakan shalat berjamaah dan dilanjutkan dengan berdo’a.

Di dalam kondisi yang sudah lemah, kurang lebih 10 (sepuluh) hari lamanya tidak makan, sampai akhirnya beliau jatuh sakit dan tidak dapat tertolong lagi oleh Al’Arif Billah Al Habib ‘Ali Alhadad R.A  sehingga wafatlah Al-Imam Al’Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad R.A.

Sedangkan Al’Arif Billah Sayyidina Al Habib Ali Al Hadad R.A masih dalam kondisi lemah duduk di atas perahu bersama jenazah Al-Imam Al’Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad R.A dan begitu juga priuk (alat memasak nasi) dan sebuah dayung yang masih ada itu terdorong oleh ombak, dan diiringi ribuan ikan lumba-lumba, sehingga akhirnya sampai ke tepian pantai semenanjung.

Rupanya semenjak kejadian itu terjadi, di tepi pantai ada beberapa orang yang melihat dan menyaksikan kejadian itu tersebut, sehingga ketika perahu mendarat di tepi pantai mereka langsung menolongnya hingga dengan pertolongannya di antara mereka itu ada beberapa pekerja (kuli) yang berasal dari Banten dengan segera jenazah Al-Imam Al’Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad R.A dimakamkan, sebagai tanda batu nisan yang ditancapkan di bagian kepalanya sebatang kayu kecil sebesar lengan anak kecil yang kemudian tumbuh menjadi pohon Tanjung.

Adapun priuk nasinya ditaruh di sisi maqom konon ceritanya priuk tersebut lama-lama bergeser dan akhirnya sampai ke laut.

Hingga saat ini dua cerita tersebut telah menimbulkan pro dan kontra. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) merasa perlu membentuk tim untuk mengkaji masalah tersebut.***

Lanjut ke Pro dan Kontra Riwayat Mbah Priok