parodi politik (foto: ngesot.multiply.com) |
PEMILU 2014 masih jauh, tapi parpol mulai ancang-ancang,
pasang aksi buat menarik perhatian rakyat. Ada yang sangat terlambat, sebab
ketika KPU mengumumkan hasil verifikasi, banyak yang gagal sebelum bikin mimbar
pesona. Yang laik jalan 10 parpol, yang ecek-ecek belasan, mungkin puluhan.
Maka, dibuatlah adegan kagetan di ruangan KPU, misalnya gebrak-gebrak meja,
berteriak memaki-maki tak keruan, serta aksi lempar mikrofon.
Untung partai macam ini tak lulus verifikasi. Kalau berhasil
lulus bisa dibayangkan bagaimana kualitas perpolitikan kita nanti, tambah
runyam. Sebab, partai kecil yang tak lulus tapi dipimpin orang-orang intelektual
dan bermartabat, tenang saja, dan akan mengambil langkah hukum.
Partai yang besar dan berpengalaman sudah pasang kuda-kuda
tiga tahun lalu. Mereka ini bikin “atraksi” di DPR, demo-demo jalanan, berbagai
pernyataan lucu-lucu, entah relevan atau jauh dari itu. Tampaknya ada partai
baru yang lihai menarik pengikut, dengan mengiming-imingi rakyat dengan uang.
Semacam asuransi, sebab anggota diberi masing-masing Rp1 juta. Syaratnya cuma
dua, pertama menjadi anggota partai itu dan yang kedua kalau dia mati dapat
asuransi. Di Depok, Jabar, setiap warga yang mati diberi santunan Rp2 juta, tak
peduli anggota partai apa pun. Kendati begitu tak ada yang berbondong-bondong
mengambil haknya.
Para calon legislatif diberi bekal Rp5 miliar per orang
untuk biaya kampanye. Luar biasa, ini partai ataukah kartel bisnis? Sebab, ada
transaksi di dalamnya, tak mungkin bos partai itu filantrofi kesiangan. Urusan
bisnis, transaksional, akan jadi “ideologi” partai model beginian. Yang
dirugikan jelas rakyat. Siapa lagi?
Kini napas bisnis makin tampak pada partai gurem yang tidak
lolos saringan. Mereka mengasong ke partai besar, minta bergabung dengan syarat
anggotanya dicalonkan. Sinting, kan? Partainya saja tak laik kok bikin
penawaran tinggi. Jelas sekali motivasinya: kekuasaan dan uang. Kalau mungkin,
berikutnya ya perempuan/wanita. Tahta, harta, dan wanita. Banyak sekali
contohnya kok, baik anggota DPR maupun bupati.
Indonesia kini menuju ke amerikanisasi, partai politik
banyak dikendalikan para pengusaha agar bisnisnya lancar, tambah besar dan
“membunuh” saingan dan yang paling jahat adalah menunggangi pemerintah untuk
bisnisnya itu. Neokapitalis banget.
Sejumlah partai besar dan lulus verifikasi punya bos para
pebisnis. Kita perlu cepat dan cermat mengkritisi mereka jangan sampai ada
politik transaksional, jual-beli. “Wani piro?” Jargon iklan yang populer karena
kontekstual.
Principes et senatores discite exemplum populorum. Et agite
pro republica populorum, “Wahai para pemimpin dan wakil rakyat belajarlah dari
teladan rakyat, dan bekerjalah demi kepentingan umum!” Kalau tidak, ya minggir
saja, sebelum digilas roda kemajuan rakyat. Sudah gagal, malah terjungkal.*** [Ki Jenggung]
Keren sob
BalasHapuswww.kiostiket.com