Senin, 18 Februari 2013

Buah di Dadaku

Buah impor (antarafoto)
BELASAN jenis buah luar negeri dilarang diimpor. Ini langkah hebat “Kabinet Indonesia Beradu” Jilid 2, terutama Kementerian Pertanian yang sedang dirundung lara kena imbas penyakit mulut dan kuku sapi. Bagus, produk hortikultura buah dilarang tapi bahan pangan seperti kedele, bahkan singkong pun harus diimpor dari Vietnam.... Sebentar lagi daun pisang jangan-jangan diimpor dari Uruguay si negeri pisang. Tanggung amat! Jadi, larangan itu sejatinya “banci”.

Memang kita sudah terperosok ke lubang hitam (black hole) maut World Trade Organization (WTO) dan perangkap “tikus IMF” yang antikebijakan pro-rakyat. Negeri agraris ini akhirnya jadi pengimpor andal produk pertanian, mengabaikan 30 juta petani dan jutaan orang yang mengolah hasil pertanian. Negeri “Rayuan Pulau Keras Kepala” ini sudah dicekoki secara masif dan “sistemik” agar bangga pada produk luar ketimbang produksi sendiri.

Maka, ada pengurus “kartel buah” yang ngenyek alias menghina produk buah dalam negeri sebagai bikin mencret. Pikiran bedebah seperti ini jelas produk dekadensi nasionalisme. Rakyat Jepang, saat ini rela membayar 50 ribu rupiah (kurs) untuk seliter beras, meskipun yang impor berharga 5 ribu saja. Mereka bersemangat memakai produk dalam negeri sejak dulu hingga maju. Ini diikuti Korea Selatan dan India.

Buah dalam negeri memang mahal sebab ongkos distribusinya dari daerah ke pelabuhan jauh lebih mahal dibandingkan dengan ongkos angkut laut dari Singapura atau Malaysia ke pelabuhan hortikultura. Ini karena “dosa” pemerintah yang lelet membangun infrastruktur dan lebih suka membangun citra pemimpinnya, yang terbukti melorot kedodoran di awal tahun 2013 ini.

Kalau pemerintah memang pro-rakyat, maka tak ada larangan IMF atau WTO untuk mempromosikan habis-habisan produk dalam negeri, satu gerakan besar dan nyata untuk mencintainya. Kecuali pemerintah negeri ini sudah jadi antek asing 100%.

Puluhan jenis buah khas Indonesia atau Nusantara kita miliki, dan sulit ditandingi mancanegara, dijamin lebih sehat dan segar. Terbayangkah oleh kita apel washington (apel buah sebenarnya, bukan kiasan ala Angelina Sondakh) dan sejenisnya bertahan berbulan-bulan tanpa perlakuan kimiawi? Jelas tidak normal dan membahayakan kesehatan fisik, apalagi mentalnya.

Maka, kalau cecunguk-cecungkuk Indonesia berubah pikiran menjadi waras, remaja sok Barat kita dan semuanya saja sudah mencintai buah dalam negeri, maka buah impor jelas prek ewek-ewek, peduli amat. Buah itu akan selalu di dada mereka, walaupun di situ sudah ada rata-rata dua dalam berbagai bentuk dan ukuran! [Ki Jenggung/Fb]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar