Sabtu, 17 November 2012

Mengoptimalkan Peran Sosial Media Dalam Pengembangan UMKM

Sebagai web developer, Gigin Pramono terbiasa menerima pesanan pembuatan website. Karena itu ketika suatu hari seorang teman memintanya dibuatkan sebuah website untuk keperluan bisnis online, dia pun langsung menyanggupinya. Website tersebut berisi informasi mengenai produk-produk souvenir pernikahan. Pembuatan website tersebut tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama karena data-data yang dibutuhan sudah tersedia. Dalam waktu singkat, website pun sudah bisa diakses pengguna internet.

Contoh Website Produk Herbal (foto: desainkratif.com)
Beberapa bulan kemudian, sang teman mendatanginya kembali. Bermaksud untuk meningkatkan kapasitas website produk souvenir tersebut. Sang teman pun bercerita mengenai perkembangan bisnis onlinenya. Gigin merasa kagum karena dalam waktu singkat, pesanan souvenir melalui website tersebut terus meningkat. Tidak hanya itu, sang teman yang semula tinggal di Jakarta bersama isterinya, memutuskan kembali ke kampung halamannya di Cirebon dan mengendalikan bisnis online-nya dari kota tersebut. Mengundurkan  diri dari pekerjaannya sebagai pengajar di salah satu SMK di Jakarta Utara.


“Dalam satu bulan bisa mengantongi untung Rp 5 juta. Bahkan jika sedang ramai musim orang hajatan bisa mencapai Rp 10 juta,” ungkap Gigin menirukan obrolan dengan sang teman.

Kini sang teman tetap melanjutkan bisnis online tersebut sembari membuka show room produk-produk souvenir di rumahnya. Bisnis tersebut murni dikendalikan berdua dengan isterinya yang kini berstatus sebagai pegawai negeri sipil di Cirebon.

Budi Setiawan (foto: dok pribadi)
Pengalaman mereguk manisnya bisnis online juga dialami Budi Setiawan. Pria berusia 36 tahun tersebut yang juga bekerja sebagai desain grafis tersebut menjadi web admin sebuah situs yang menjual produk-produk herbal. Setiap hari dia meng-upload produk-produk herbal dan mencatat pesanan dari pengunjung.

“Alhamdulillah, selain mendapatkan penghasilan dari kantor, saya juga mendapat bonus penjualan produk herbal tersebut,” katanya.

Dalam menjalankan bisnisnya, baik Budi Setiawan maupun teman Gigin Pramono men-share semua informasi produk yang ada di websitenya ke berbagai media jejaring sosial (social media) seperti facebook dan twitter. Dengan pengalamannya sebagai web admin, ke depan Budi Setiawan bercita-cita untuk membangun website sendiri untuk menjual produk-produk lainnya melalui internet.

“Prosesnya mudah kok. Pengunjung website yang berminat dengan produk kita tinggal melakukan pemesanan melalui form yang sudah kita sediakan. Atau bisa juga dengan blackberry massanger, telepon atau SMS. Setelah sepakat, pembeli mentransfer uangnya ke rekening yang nomornya tercantum di website. Setelah itu, barang kita kirim,” katanya menjelaskan.

Menurut Budi, meningkatnya penjualan melalui media online tidak terlepas dari sikap masyarakat yang ingin serba praktis. Mereka biasanya tidak mau repot-repot untuk datang ke toko yang menjual produk tersebut. Apalagi kondisi lalu lintas di kota besar seperti Jakarta yang membuat orang malas untuk bepergian. Meski tidak mengetahui pembelinya, Budi memastikan selalu menjaga kualitas dari produk yang dia jual.

“Kita tidak mau ambil resiko dengan menjual produk yang jelek. Apa yang kita promosikan di website sama dengan kualitas produknya itu sendiri,” ungkapnya.

Karena prinsip itu pula, tidak sedikit dari pengunjung website yang kemudian menjadi pelanggan dari produk herbal yang dijualnya.

Jika dilihat dari omset yang mereka peroleh setiap bulan, tak pelak lagi keduanya merupakan pelaku usaha kecil yang telah berinovasi memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi melalui penggunaan media jejaring sosial. Selain mereka berdua, saat ini tidak sedikit jumlah pelaku usaha kecil yang memanfaatkan penggunaan media jejaring sosial dalam bisnis mereka.

Minim

Badan Pusat Statistik mencatat hingga saat ini, jumlah wirausaha per Januari 2012 mencapai 3,75 juta orang atau 1,56 persen dari total penduduk Indonesia. Pada 2010, tercatat masih 0,24 persen. Namun angka ini masih kalah jauh dibanding negara Asia lain, seperti Cina dan Jepang, yang memiliki wirausaha lebih dari 10 persen jumlah populasi. Di regional Asia Tenggara, Indonesia masih kalah dibanding Malaysia (5 persen) atau Singapura (7 persen). (Koran Tempo, 9/4/12).

Deputi Bidang IV Koordinasi Industri dan Perdagangan Kementerian Perekonomian Eddy Putra Irawadi menyebutkan masih minimnya jumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tersebut dinilai mengancam ketahanan perekonomian nasional. Menurut Edy, seperti dikutip Koran Tempo, jika entrepreneur (pelaku UMKM) banyak maka Indonesia akan bisa lebih tenang dalam menghadapi krisis ekonomi di dunia yang terjadi sewaktu-waktu.

Akibatnya, masyarakat cenderung pasrah terhadap kondisi perekonomian yang tengah terjadi. Berbeda jika banyak pelaku usaha di tengah masyarakat, guncangan ekonomi pun akan bisa disiasati. Buktinya, menurut Eddy, dari catatan krisis ekonomi 1998, pelaku usaha kecil-menengah justru lebih bertahan dibanding pengusaha besar.

Pelaku UMKM (Foto: Giriharjobahuga.wordpress.com)
Masih mengutip informasi dari media yang sama, Deputi Pengembangan Kewirausahaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi Taty Ariati mengatakan hingga kini akses pendanaan UMKM ke perbankan baru 45-55 persen. Potensi pendanaan dari perbankan terhambat masih banyaknya pelaku yang belum memenuhi syarat perbankan alias tidak bankable. Kementerian Koperasi juga mencatat level pendidikan berbanding terbalik dalam hal minat menjadi pengusaha. Lulusan sekolah menengah atas yang berminat 22,63 persen, sedangkan lulusan perguruan tinggi hanya 6,14 persen. Lulusan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama justru mencapai 32,46 persen.

Konvensional
Dari keterangan Deputi Kementerian Perekonomian serta Deputi Kementerian Koperasi di atas bisa disimpulkan bahwa hingga saat ini jumlah pelaku usaha UMKM masih terbilang sedikit. Di samping itu, keterbatasan pengetahuan pengembangan usaha membuat para pelaku UMKM mengelola usahanya secara tradisional.

Gdng Prasetiya Mulya (Foto: valencialeonata.blogspot.com)
Dari semua kendala yang disebutkan di atas, masalah pemasaran menjadi kendala utama dalam mengembangkan UMKM. Mereka kalah bersaing dengan pelaku usaha yang lebih besar serta memiliki jaringan pemasaran yang kuat. Sistem pemasaran mereka masih konvensional sehingga sulit berkembang.
Kendala ini sebenarnya bisa diatasi dengan melakukan akselerasi terhadap pemasaran produk-produk mereka. Para pemangku kepentingan termasuk Kementerian Koperasi dan UKM yang memiliki data mengenai para pelaku usaha tersebut harus melakukan terobosan seperti  menyelenggarakan short course mengenai ilmu pemasaran dengan lembaga-lembaga perguruan tinggi  semisal Prasetiya Mulya Business School. Materi pembelajaran difokuskan pada strategi memanfaatkan media jejaring sosial yang sekarang menjadi trend di dunia marketing.

Jika tidak memungkinkan melibatkan secara langsung pelaku UMKM dalam kegiatan tersebut karena misalnya faktor pendidikan, bisa juga melibatkan peserta yang berasal dari remaja-remaja lulusan SMA atau perguruan tinggi yang baru lulus. Mereka dididik untuk bisa memasarkan produk-produk hasil UKM tersebut melalui media jejaring sosial. Setelah selesai pendidikan, mereka langsung terjun untuk melakukan aktivitas bisnis online dengan produk-produk yang dihasilkan UMKM tersebut. Pihak kampus dalam hal ini Prasetiya Mulya Business School tetap melakukan pendampingan terhadap pengaplikasian ilmu pemasaran yang diperoleh selama pelatihan.

Melalui upaya ini diharapkan konsep pemasaran yang semula dilakukan secara konvensional akan beralih ke media jejaring sosial (bisnis online). Tentu saja, dengan potensi serta pangsa pasar yang tersedia, peluang untuk meningkatkan pendapatan para pelaku usaha UMKM akan semakin terbuka lebar.

Apalagi, sebagaimana dikutip dari Harian Suara Pembaruan (14/5/12), potensi bisnis online di Indonesia mencapai Rp 330 triliun. Sementara transaksi bisnis online sampai tahun 2012 ini diperkirakan baru berkisar Rp 30 triliun. Pengamat bisnis online Purjono Agus Suhendro mengatakan, tumbuhnya bisnis ini di Indonesia tak lepas dari terus meningkatnya pengguna internet dan mobile data. Berdasarkan data Frost and Sullivan, tahun lalu di Indonesia terdapat 67 juta pengguna yang terkoneksi dengan mobile data dan jumlahnya bisa meningkat menjadi 167 juta pada 2016.  Sudah bisa dipastikan, bisnis online (e-commerce) akan semakin menjadi tren. Dengan perkembangan teknologi IT termasuk internet di tengah masyarakat, Indonesia merupakan peluang pasar yang besar bagi para pelaku bisnis online.

Pernyataan Purjono Agus Suhendro memang tidak berlebihan. Karena seperti disebutkan di atas, saat ini tidak sedikit pelaku UMKM yang berhasil mereguk manisnya bisnis tersebut.

“Menjalankan bisnis online itu sangat mudah, tidak perlu keluar banyak biaya. Yang terpenting produk-produk yang kita jual bisa bersaing baik dari sisi harga maupun kualitasnya,” kata Budi Setiawan
Bagi Budi Setiawan, berbisnis di media online seperti berbisnis dalam dunia yang ajaib. Tidak terlalu repot ke sana sini, tapi pembeli datang sendiri.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar