Kamis, 31 Januari 2013

Sumber Air Lestari untuk Generasi Kini dan Nanti

Alkisah pada zaman dahulu kala, para dewa di kahyangan merasa prihatin dengan kondisi Jawadwipa (Pulau Jawa) yang selalu dilanda gempa sehingga tidak bisa didiami manusia. Para dewa itu pun menggelar rapat. Keputusannya, para dewa berniat memindahkan puncak gunung Mandara atau yang disebut Mahameru ke Pulau Jawa. Tujuannya agar puncak gunung Mandara bisa menjadi pasak penyeimbang di Pulau Jawa sehingga gempa tidak terjadi  lagi.

Air Citarum meluap menggenangi pemukiman, Januari 2013 (Foto: fb)
Persiapan pun dilakukan. Betara Brahma merubah wujud menjadi kura-kura raksasa agar punggungnya bisa menjadi alas puncak gunung tersebut. Sedangkan Betara Wisnu berubah menjadi ular raksasa agar puncak gunung tidak terjatuh selama dalam perjalanan. Dewa yang lain mengiring di belakang mereka.

Singkat cerita, dengan kesaktian yang mereka miliki, prosesi pemindahan puncak Mahameru pun berhasil dilakukan dengan baik. Tugas pun selesai. Saat para dewa bersiap kembali ke Kahyangan, mereka melihat sebuah sungai yang airnya demikian jernih. Karena merasa haus, para dewa berlomba meminum air sungai tersebut. Rupanya air yang diminum itu bukan air sembarangan. Air itu mengandung racun sehingga membuat para dewa tewas seketika.



Betara Syiwa yang datang belakangan merasa kaget. Dia menyaksikan semua dewa tewas bergelimpangan. Ia pun melakukan meditasi untuk mengetahui penyebabnya. Diperoleh jawaban kalau air sungai itu menjadi penyebab tewasnya para dewa. Dengan rasa penasaran, ia mencoba meminum sedikit air tersebut. Saat itulah ia merasa kerongkongannya terbakar.

Air itu pun disemburkannya. Dengan ilmu kesakitannya, ia merubah air jernih yang mengandung bisa itu menjadi air suci bernama “Tirta Kamandanu” yang memiliki tuah menghidupkan kembali para dewa. Konon kabarnya, sungai yang berhasil tempat sungai itu berada di kaki Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur.
***
Ada sebuah  pesan moral yang bisa kita petik dari cerita di atas, yakni agar kita tidak sembarangan dalam mengkonsumsi air minum. Kita harus memastikan  air yang kita minum merupakan air bersih dan sehat. Di era saat ini, air yang memenuhi standar kesehatan karena telah diproses secara alami terdapat dalam air mineral Aqua.

Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health Organization) menyebutkan air minum yang layak dikonsumsi memiliki kandungan unsur mineral dalam air atau Total Dissolved Solids (TDS) kurang dari 100. Mengutip artikel resepbunda.com,  unsur-unsur mineral dalam air tersebut antara lain zat kapur, besi, timah, magnesium, tembaga, sodium, chloride, dan chlorine. Air yang mengandung mineral tinggi sangat tidak baik untuk kesehatan. Apalagi mineral dalam air tidak hilang meski sudah direbus.

Terlalu banyak mineral nonorganik di dalam tubuh dan tidak dikeluarkan akan berdampa pada tersumbatnya bagian tubuh. Misal bila mengendap di mata mengakibatkan katarak, pada ginjal/empedu mengakibatkan batu ginjal/batu empedu, pada pembuluh darah mengakibatkan pengerasan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, stroke, pada otak mengakibatkan Parkinson, pada persendian tulang mengakibatkan pengapuran dan lain-lain.

Melalui peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/1990, pemerintah telah menetapkan tiga parameter yang harus dipenuhi agar air layak untuk diminum. Pertama, parameter fisik ditandai dengan jernih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.

Kedua, parameter kimia. Air tidak boleh mengandung partikel terlarut dalam jumlah tinggi serta logam berat (misalnya Hg, Ni, Pb, Zn,dan Ag) ataupun zat beracun seperti senyawa hidrokarbon dan detergen. Ion logam berat dapat mendenaturasi protein, di samping itu logam berat dapat bereaksi dengan gugus fungsi lainnya dalam biomolekul. Karena sebagian akan tertimbun di berbagai organ terutama saluran cerna, hati dan ginjal, maka organ-organ inilah yang terutama dirusak.

Ketiga, parameter mikrobiologis. Air tidak boleh mengandung bakteri patogen seperti Escherichia colli, Clostridium perfringens, Salmonella. Bakteri patogen tersebut dapat membentuk toksin (racun) setelah periode laten yang singkat yaitu beberapa jam. Keberadaan bakteri coliform (E.coli tergolong jenis bakteri ini) yang banyak ditemui di kotoran manusia dan hewan menunjukkan kualitas sanitasi yang rendah dalam proses pengadaan air. Makin tinggi tingkat kontaminasi bakteri coliform, makin tinggi pula risiko kehadiran bakteri patogen, seperti bakteri Shigella (penyebab muntaber), S. typhii (penyebab typhus), kolera, dan disentri.

Bijak memanfaatkan air

Tidak bisa dipungkiri, air  memiliki fungsi yang sangat vital dalam kehidupan. Lalu bagaimana agar air yang kita gunakan bisa tetap lestari dan memenuhi standar kualitas sehat tersebut? Berikut ini penulis paparkan sedikit cerita mengenai air Citarum.

Hingga akhir tahun 90-an air kali Citarum masih relatif bersih. Namun kini kondisinya sangat jauh berbeda. Di musim kemarau, air Citarum berwarna hitam, kadang berbusa. Banyak yang berpendapat perubahan itu karena pabrik dan rumah tangga membuang limbah ke kali tersebut.

Pada musim hujan yang baru lalu, air Citarum tak lagi pekat. Relatif lebih bersih karena bercampur air hujan yang mengalir dari waduk Jatiluhur. Tapi sedimentasi yang tinggi menyebabkan air Citarum gampang meluap.

Akibatnya, daerah aliran sungai menjadi langganan banjir. Tahun ini, selain merendam pemukiman, luapan air kali Citarum juga menyebabkan ribuan hektar sawah terendam.

Menilik Citarum sekarang, sering muncul rasa rindu akan kondisi sungai seperti akhir tahun 90-an. Bisa buat memancing, bahkan mandi dan mencuci.  Ketika itu air Citarum relatif bersih. Sekarang, seperti disebutkan di atas, kala musim kemarau kering dan penuh limbah polusi. Sedangkan pada musim hujan, berlimpah dan menggenangi pemukiman dan pesawahan.

Penulis berpikir jika di sekitar daerah aliran sungai tersedia waduk yang menampung air sebelum menuju ke laut tentu bermanfaat sekali. Fenomena krisis air yang terjadi pada musim kemarau tidak perlu terjadi.  Begitu pun pada saat musim hujan, air yang berlebih di sungai Citarum ditampung di waduk tersebut.

Selain membangun waduk, untuk memelihara ketersediaan air tanah, semua warga berpartisipasi dalam gerakan penanaman pohon baik di pemukiman maupun tanggul sekitar Citarum. Begitu pun pembuatan sumur-sumur resapan agar air hujan tidak mengalir percuma ke laut, tapi kembali lagi ke dalam tanah.

Berbagai upaya seperti yang penulis sebutkan di atas  memang mendesak untuk dilakukan. Hal ini  agar sumber daya air tetap terjaga dengan baik.  Jika upaya ini bisa dilakukan, bisa dipastikan sumber air Citarum  bisa tetap lestari dan tentunya sangat bermanfaat bagi generasi saat ini dan nanti.***

Referensi:
http://pedomannusantara.com/berita-1594-luar-biasa-dongeng-asal-usul-lumajang-didik-masyarakat-jaga-kelestaraian-alam.html
http://www.resepbunda.biz/2012/01/31/air-bersih-layak-minum-dikonsumsi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar