Pada tahun 2002, saya menerbitkan sebuah novel yang berjudul “Heartbreak Hill”. Novel ini semacam prediksi saya mengenai peristiwa terorisme yang terjadi di ajang marathon di Boston. Novel ini saya buat berdasarkan pengalaman dan keprihatinan yang saya alami selama mengikuti lomba marathon tersebut 6 tahun sebelumnya di mana ajang tersebut selalu penuh dengan orang. Saya berpikir, bagaimana jika ada orang jahat semacam teroris yang meledakan bom.
foto: bostonherald |
berjalan selama 4 jam. Saya kok berpikir bagaimana kalau dalam situasi hiruk pikuk seperti itu tiba-tiba bom meledak. Ya saya bayangkan kejadiannya seperti saat ledakan bom di Boston minggu kemarin, 2,5 juta orang yang menonton lomba lari marathon itu panik. Suasana mencekam dan tidak karuan.
Untungnya, tahun 1996 itu tidak terjadi. Dan saya anggap itu hanya cerita fantasi saja untuk kemudian dituangkan dalam cerita novel.
Tapi ketika bom benar-benar meledak di Boston, semua yang saya lukiskan di novel itu kenyataan, saya menjadi sangat khawatir. Saya teringat cerita dalam novel saya. Saya tidak bisa membayangkan bagaiman seorang anak berusia 8 tahun yang tewas di pelukan ayahnya yang ikut lomba lari hingga di garis finish. Atau wanita 29 tahun yang juga menjadi korban meninggal.*** (Telegraph.co.uk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar