Jumat, 22 November 2019

Jogja, Kota Istimewa dengan Banyak Pesona Wisata

DARI STASIUN PASAR SENEN, Jakarta jam 7 pagi, tiba di stasiun Tugu, Yogyakarta jam 3 sore. Keluar dari stasiun, memanggil tukang becak, tawar-menawar ongkos, setelah sepakat langsung menuju hotel. Sengaja tidak naik taksi atau ojek online agar bisa lebih menikmati suasana Jogja atau Yogyakarta di sore hari.

Tak lebih dari 10 menit, akhirnya tiba di hotel tujuan. Setelah membayar ongkos becak, langsung masuk lobi menuju resepsionis. Sekadar informasi, hotel tempat saya menginap itu terletak tidak jauh dari kawasan wisata Malioboro. Sengaja memilih sekitar kawasan itu demi kemudahan akses menelusuri Yogyakarta sebagaimana travel  itinerary yang sudah saya buat.

“Selamat sore Bapak. Ada yang bisa kami bantu?” suara petugas resepsionis bertanya ramah.

“Mau check in atas nama Karnali Faisal, booking tanggal 10 Juni, seminggu lalu, via online,” jawab saya. Lengkap.

“Oke ditunggu ya Pak. Kami cek dulu..”  ujar petugas resepsionis itu.

“Silakan,” jawab saya.

Tak lama, resepsionis berparas manis itu menyampaikan betul ada nama saya di daftar tamu hotel tersebut. Dia menyebutkan nama lengkap saya dan tipe kamar yang saya booking serta rencana lamanya waktu menginap.

“Bisa dibantu KTP-nya Pak?”

Saya mengeluarkan dompet dari dalam tas, lalu mengambil KTP dan menyerahkannya kepada petugas resepsionis tersebut. Petugas hotel itu kemudian menginput data saya dan tampak berbicara menggunakan Handy Talky.

Tak sampai 5 menit, petugas resepsionis kemudian menyerahkan kembali KTP dan kunci kamar.

“Ini kunci kamar 346 Pak. Dari sini silakan Bapak naik lift, nanti ada room boy yang membantu membawa barang-barang Bapak dan mengantarkan ke kamar. Untuk breakfast di restoran lantai bawah dekat kolam renang ya ,” ujar petugas resepsionis itu.

“Oke terima kasih. Di kamar ada Wifi kan?” tanya saya.

“Ada Pak. Passwordnya nomor kamar hotel spasi yogya. Huruf kecil semua ya. Ada lagi yang ditanyakan Pak?,” jawab petugas resepsionis itu.

“Cukup, terima kasih,”

“Baik Bapak, selamat beristirahat,”

Seorang room boy dengan seragam bertuliskan nama hotel menghampiri. “Saya bantu bawain tasnya ya, Pak..”

“Oke silakan...”

Tiba di kamar saya membongkar isi tas untuk kemudian menyimpan pakaian di lemari dan menempatkan barang-barang lainnya di atas meja. Setelah itu menuju kamar mandi untuk membersihkan badan usai seharian dalam perjalanan di atas kereta. 

Masih ada waktu 1 jam lagi untuk beristirahat. Sekadar menikmati welcome drink sembari membaca lagi rencana perjalanan (itinerary).

Dari itinerary yang sudah saya susun dua minggu lalu, rencananya jam 5 sore mau ke tempat penyewaan sepeda motor. Dari hasil berselancar di internet, banyak tempat penyewaan sepeda motor di Jogja. Salah satu tempat penyewaan itu berada di sekitar Malioboro. Tarifnya terjangkau hanya Rp70 ribu sehari untuk motor matic.

Saya merencanakan akan menyewa selama 4 hari agar bisa mengesplorasi Jogja lebih leluasa. Sejumlah tempat yang akan saya kunjungi selama di Jogja antara lain Keraton Jogja, Malioboro, Pantai Parangtritis, Goa Pindul, tempat membuat kerajinan perak Kotagede, dan Prambanan. Kalau masih sempat, mau juga keliling kota dengan Trans Jogja. Sebenarnya ingin juga ke Merapi, tapi dari itinerary yang saya buat, waktunya kurang memungkinkan. Mungkin di lain kesempatan berlibur ke Jogja, Merapi menjadi tujuan utama selain destinasi yang lainnya.

 ***
Tempat penyewaan sepeda motor itu terbilang ramai. Seorang pemuda yang berjaga di situ menanyakan jenis sepeda motor yang mau saya sewa.

“Merek apa aja yang penting matic,” jawab saya. Pemuda itu kemudian meminta temannya untuk mengambil sepeda motor yang saya maksud di garasi. Setelah dicek semua kelengkapannya, saya setuju menyewa motor tersebut,

Ternyata selain KTP, saya juga harus menyimpan uang jaminan (deposit) sebesar satu setengah juta rupiah. Karena tidak bawa uang cash saat itu, terpaksa harus ke ATM dulu. Untung di Pom bensin dekat penyewaan sepeda motor itu, ada ATM. Setelah menyelesaikan semua urusan administrasi, saya pun kembali hotel dengan membawa sepeda motor sewaan tersebut.

Rasa cape selama dalam perjalanan Jakarta Jogja mengalahkan keinginan saya untuk mengeksplorasi Jogja di malam hari. Seperti yang sudah saya rencanakan, malam pertama di Jogja saya ingin menghabiskan waktu di Malioboro. Saya sering mendengar cerita yang begitu mengesankan tentang Malioboro, dan nanti malam saya ingin membuat sendiri cerita itu.

“Motornya jangan dikunci Pak,” ujar petugas parkir. Saya mengiyakan. Mungkin untuk memudahkan keluar masuk motor di tempat parkiran itu.

Suasana Malioboro di malam hari (swaragamafmcom)

Sebagaimana yang direncanakan liburan dengan budget minimal di Maliboro pun berlangsung tanpa hambatan. Kawasan Malioboro malam hari begitu eksotis dan ramai dengan masyarakat maupun wisatawan. Selain wisata belanja, di sini bisa juga disebut sebagai pusat wisata kuliner. 

Hiburan musik dari para pengamen jalanan menambah semarak suasana. Cahaya lampu dari Museum Benteng Vredeburg pun menambah terang kawasan itu.

Sayangnya ada yang terlupa dan sangat saya sesalkan yaitu kamera. Padahal, kalau saja membawa kamera saya bisa mengabadikan suasana Malioboro saat itu. Resiko berpetualang sendiri memang seperti ini. Kalau ada barang yang lupa dibawa atau ketinggal an tidak ada yang mengingatkan.

Dengan segala keterbatasan fasilitas kamera HP, akhirnya hanya bisa memotret dengan hasil seadanya. Tapi lumayan. Toh target mengeksplorasi kawasan Malioboro sudah berhasil dilakukan. Duduk-duduk di depan Museum Benteng Vreduburg, beranjak ke depan Keraton Jogja, kemudian beristirahat sambil minum wedang ronde ditemani kudapan penghangat tubuh.

Malam makin larut. Waktu sudah menunjukan hampir jam 11. Tapi kehidupan Malioboro seperti terus berdenyut. Para pengunjung masih betah belanja souvenir maupun pakaian yang dijual di toko maupun pedagang kaki lima.

Saya belum berbelanja karena rencananya sebelum kembali ke Jakarta, akan kembali ke Malioboro lagi sekadar membeli oleh-oleh yang dijual di situ seperti bakpia, kaos dan souvenir lainnya.

Eksplorasi di seputaran Malioboro malam itu tuntas. Jam 11 kurang sepuluh menit saya menuju parkiran motor untuk selanjutnya kembali ke hotel. Beristirahat.

Mungkin karena cape seharian, malam itu saya tertidur lelap. Jam 6 pagi baru bangun. Padahal, tadinya saya mau berangkat lebih pagi karena akan mengunjungi Pantai Parangtritis. Akhirnya saya bergegas mandi dan mempersiapkan perjalanan hari kedua di Jogja.

Sambil sarapan pagi di hotel, saya kembali berselancar di internet. Sekadar memastikan jarak antara Kota Jogja dan Parangtritis serta lama perjalanan. Ternyata dari Google Maps saya mendapat info jaraknya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 27 Km. Itu artinya saya bisa menempuh perjalanan paling lama 1 jam dengan kecepatan sepeda motor 40 km/jam. Saya memang tidak mau cepat-cepat di perjalanan. Karena memang tujuannya untuk berwisata, bukan untuk bekerja atau keperluan lainnya. Tentunya bersantai dalam perjalanan lebih cocok.

Setelah mengetahui perjalannan yang tidak terlalu jauh, saya pun tidak terburu-buru. Saya memutuskan untuk berangkat jam 9 pagi sehingga bisa sampai di Parangtritis jam 10 atau jam 11, tergantung kondisi lalu lintas. Tapi saya yakin traffic ke Parangtritis juga penuh karena saat itu kebetulan sedang musim liburan.

Singkat cerita, setelah menitipkan kunci kamar ke resepsionis, saya pun memulai kembali petualangan pagi itu menuju Pantai Parangtritis. Cuaca pagi itu memang bersahabat. Cocok untuk melakukan perjalanan dengan mengendarai sepeda motor.

Saya tiba di Parangtritis kurang lebih jam setengah sebelas.  Sinar matahari mulai menyengat. Dari tempat parkir yang tidak terlalu jauh dari pantai, saya melihat sudah banyak orang yang menikmati suasana Parangtritis siang itu.

“Ada kamar juga buat menginap. Murah. Paling juga dua ratus ribuan,” ujar tukang parkir saat saya tanya kalau mau bermalam untuk menyaksikan matahari terbit (sunrise) besok pagi.

Sepanjang jalan menuju pantai, para pedagang menawarkan dagangannya. Celana renang, pelampung, dan aneka aksesoris lainnya. Para penunggu kedai  yang berderet di situ juga menawarkan makanan atau minuman.

“Monggo mampir. Ngebakso dulu..” tawar seorang pedagang bakso. Saya melambaikan tangan dan terus berjalan.

Pantai Parangtritis (wisatajogjaarucom)
 Meskipun tidak ada teman untuk mengobrol, tapi seru juga menikmat liburan sendiri. Saya bebas berkenalan dengan banyak orang baru yang saya temui di pantai itu. Sama seperti halnya waktu di Malioboro tadi malam. Saya berkenalan dengan Andreas, teman baru asal Flores, yang juga sedang berlibur di Jogja. Bedanya Andreas datang ke Jogja dengan rombongan teman-teman kampusnya.

Sendiri di Parangtritis, saya berendam di pantai, menikmati demburan ombak yang susul-menyusul secara bergelombang. Kemudian berjemur seperti banyak orang lainnya di terik siang itu. Saya juga menyewa andong yang ditarik kuda berkeliling di pinggir pantai. Seru.

Lelah berendam dan berjemur di pantai, saya menikmati es kelapa muda dan kue-kue tradisional yang dijajakan para pedagang asongan di situ.

Berjam-jam berjemur di pantai membuat kulit terasa gosong. Apalagi matahari di bulan Juni memang sedang panas-panasnya.Tapi suasananya memang mengasyikan.

Ketika matahari sudah mulai beranjak ke sore hari, saya pun meninggalkan Pantai Parangtritis. Selanjutnya mandi dan membersihkan diri yang tersedia di area penginapan kawasan Parangtritis.
Sekitar jam 5 saya sudah siap-siap kembali ke hotel di Jogja.

Demikianlah pengalaman dua hari di Jogja. Menikmati suasana malam hari di Malioboro dan berwisata ke Pantai Parangtritis. Masih ada tiga hari lagi di Jogja. Seperti rencana yang sudah disusun, Goa Pindul, Kota Gede, dan menyusuri kota dengan Trans Jogja menjadi agenda perjalanan besok. Hari terakhir ke ke Pasar Bringharjo dan Maliboro untuk sekadar membeli oleh-oleh buat teman-teman kantor.

Ada yang di luar rencana sebenanrnya. Malam setelah di Parangtritis, saya menikmati Jogja dalam balutan suasana milenial. Saya nge-mal di Ambarukmo Plaza untuk makan dan menonton film yang sedang tayang saat itu. Tidak terlalu malam. Jam 11 kembali ke hotel karena harus mempersiapkan energi esok harus ke Goa Pindul.

Saya ingin mempersingkat cerita perjalanan ke Goa Pindul dan Kotagede. Tentunya kalau diceritakan akan panjang sekali dan banyak kisah yang menarik. Contohnya waktu berkunjung ke Goa Pindul yang pengalamannya sulit untuk dilupakan. Keseruan menyusuri aliran sungai di dalam goa itu luar biasa.. Kita menggunakan pelampung duduk di atas ban dalam mobil, kemudian membentuk kelompok yang saling berpegangan, bahkan dengan orang yang tidak kenal, itu seru. Para guide tour sigap membantu para wisatawan yang kesulitan menaiki pelampung. Tentunya ini akan lebih seru lagi jika dilakukan secara berombongan karena menjadi pengalaman yang tak terlupakan.
Goa Pindul (hargatiketmasukinfo)
Sedangkan di Kotagede saya menyaksikan para pengrajin yang membuat aneka macam barang dan perhiasan dari perak. Sepanjang jalan ini berderet toko-toko yang menjual barang-barang hasil kerajinan dari perak dan berbagai bahan lainnya. Cocok untuk souvenir. Saya membuat ukiran nama di atas lempengan perak dan kemudian diikat menggunakan kalung yang juga dari perak. Buat kenang-kenangan.

Keseruan lainnya waktu menaiki Transjogja. Seru karena bisa melihat kesibukan Joga. Seru juga karena saya naik dari halte transjogja pertama sampai terakhir, dan kemudian balik lagi sampai kemudian turun di Malioboro.

Sesuai rencana saya harus sudah kembali di hari ke-4. Sisa waktu saya habiskan untuk berjalan di antara lorong-lorong penjual batik dan pakaian lainnya di Pasar Bringharjo, kemudian menyusuri pertokoan Maliobor dan kemudian membeli oleh-oleh khas Jogja lainnya: Bakpia. Setelah itu mengembalikan sepeda motor ke tempat penyewaan sekaligus mengambil KTP dan uang jaminan. Lalu check out hotel.

Tiket kereta api sudah ditangan. Kereta dari Jogja berangkat jam 17.45. Saya pun bergegas menuju Stasiun Tugu, meninggalkan Jogja dengan banyak kesan tentang kota dengan banyak pesona wisata dan biaya liburan yang cukup terjangkau. Sampai jumpa lagi dengan cerita liburan di Jogja. Masih banyak tempat yang belum dikunjungi. Salah satunya Merapi. Mudah-mudahan nanti ada kesempatan lagi.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar