Rabu, 23 Oktober 2019

Kritik Terhadap Pejabat Eselon I

Kabinet Indonesia Maju baru saja diumumkan Presiden Jokowi. Yang kita perlu garisbawahi adalah keberhasilan para menteri tergantung pada sejauh mana para pejabat di sekelilingnya bisa menjalankan program-program sang menteri.

Dulu, kita ingat pernyataan mantan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono bahwa kualitas sumber daya manusia jajaran eselon I di Indonesia lebih hebat kualitasnya jika dibandingkan dengan Singapura namun tidak memiliki sistem kelembagaan yang baik.

Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Presiden University tersebut diikuti oleh kalangan bisnis di Indonesia dan luar negeri. Menurut Juwono, para eselon I di Indonesia tersebut karena tidak ada sistem kelembagaan yang baik maka mereka tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan. "Ke depan sistem kelembagaan ini harus terus dibangun dan harus dibangun lintas agama, suku maupun ras," kata Juwono.

Indonesia, tambahnya memiliki banyak keunggulan selain di bidang SDM juga sumber daya alam maupun energi. Karena itu, tambah Juwono untuk keunggulan-unggulan tersebut harus terus dipupuk dan digali. "Kita buat pulau-pulau unggulan (Cluster). Saat ini ada sekitar 30 persen pulau-pulau unggulan di Indonesia," kata Juwono.

Yang dimaksud dengan pulau unggulan adalah adanya daerah-daerah yang telah bisa mengelola dengan baik dan memiliki unggulan.

Kita angkat pernyataan Yuwono ini karena masalah pembinaan sumber daya manusia tidak begitu banyak dipedulikan oleh para pemimpin dinegeri ini. Sepertinya mereka selalu menerima tenaga kerja siap pakai yang tahu soal kepemimpinan, manajemen, dan sistem kelembagaan, padahal di lapangan banyak pejabat, apalagi orang awam, yang tidak benar-benar tahu tetek-bengek yang lengkap tentang apa itu organisasi, admisnistrasi dan bagaimana kelembagaan itu harus berjalan secara benar sehingga otomatis akan menghasilkan interaksi yang sinerji dan sinkron.

Kita berharap pemerintah serius membenahi manajemen pemerintahan, kelembagaan, baik didukung dan berjalan karena lintas agama, etnis, maupun ras, atau solidaritas korps. Yang penting serius sehingga PNS tahu benar "tupoksi"-nya dan menjadi penghayatan hidup yang menjadi bisa menular kepada publik. Bukan malah menjadi aparat negara yang mengakali rakyat, memperkaya diri sendiri, dan membuar wabah korupsi.

Dalam bahasa lain, Yuwono barangkali menghendaki pejabat yang mandiri bukan orang yang selalu bergantung pada atasan. Sepanjang atasannya tidak suka dijilat mungkin terbuka jalan. Syukur bisa menemukan ruang untuk mengaktualisasikan diri sehingga proses kreativitas dan produktivitas dirasa ada manfaatnya bagi diri sendiri, bagi publik, maupun agamanya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar