Senin, 16 September 2019

Menebarkan ‘Virus’ Kepemimpinan yang Amanah


Tokoh ulama KH Solahudin Wahid (Gus Solah) pernah mengakui mengakui dirinya bersemangat untuk menyebarkan "virus" pemimpin amanah.

"Amanah itu sama dengan integritas, kepercayaan publik terhadap si pemimpin ini,” kata mantan wakil ketua Komnas HAM itu.

Adik kandung almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu, mematok syarat untuk menuju amanah adalah transparansi, kejujuran, berani, bertanggung jawab, dan juga berkarakter.

"Tanggung jawab pemimpin itu seperti William Suryajaya (boss Astra) yang rela menjual sahamnya untuk menutup kebangkrutan perusahaan sang anak, sehingga dia menjadikan sahamnya yang sangat kecil. Tapi itulah tanggung jawab,” katanya menegaskan.

Mantan ketua Tanfidziyah PBNU itu mengemukakan, kejujuran juga merupakan syarat yang tak bisa ditawar.

"Jujur itu mata uang di dunia dan akhirat. Kalau syarat tambahan adalah percaya diri, adil, komunikatif, punya visi, kepedulian, ketegasan, ketekunan, semangat, kedisplinan, hemat, keiklasan, dan `punctuality` (ketepatan perhitungan),” katanya.

Tapi, kata cucu pendiri NU Hadratusyeikh KHM Hasyim Asy‘ari itu, para ahli genetika percaya bahwa para pemimpin harus mempunyai gen O.

"Gen yang diyakini membawa sifat `open mind` itu adalah selalu mempunyai minat, terbuka terhadap hal-hal baru, kritis, fleksibel, dan menyukai orisinalitas,” katanya.

Kita tidak hendak berdebat tentang kriteria pemimpin yang amanah karena tiap orang akan beda sikap dan pemikirannnya selaras dengan pengalaman hidup yang dialami. Meski demikian kita sepakat ada kriteria umum yang berlaku universal meski sebagai agamawan tentu Gus Solah juga tahu betul spesifikasinya.

Nampaknya Gus Solah memang bicara soal kepemimpinan umum di berbagai strata kehidupan masyarakat maupun kenegaraan. Kita sepakat bahwa kejujuran adalah modal untuk melangkah pada sifat dan sikap amanah. Jika manusia indonesia itu jujur, maka ia akan adil dan pintar.

Kita katakan jujur modal kepintaran karena jujur membawa orang pada sikap netral yang pemikirannya tidak akan bias. Pemikiran yang tidak bias akan mengatar orang berpikir lurus dan adil, tidak mencla-mencle dan terutama tidak akan berbuat nakal atau jahat. Sebab, setiap perbuatan jahat atau nakal pasti perbuatan tidak adil, tumbuh dari hati yang keruh, dan tidak toleran pada sesama. Ini bukan perbuatan pintar tapi licik.

Jika saja dunia pendidikan di Indonesia berhasil menanamkan sifat jujur sebagai pegangan hidup, tentu negeri kita tidak penuh koruptor, ataus orang yang tidak jujur dan tidak santun menghormati sesama, alias rakus dan menghalalkan segala cara.

Kita titip pesan pada Gus Solah agar ia juga terus menyebarkan virus hidup santun, apalagi bagi pemimpin sehingga makin banyak orang terpelajar makin santun kehidupan masyarakat kita, tidak malah makin banyak koruptor.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar