Jumat, 12 Juli 2019

Koperasi masih jadi sokoguru prajurit


KEBERADAAN koperasi di lingkungan militer, khususnya Pusat Koperasi TNI AL (Puskopal) Komando Pengembangan dan Pendidikan TNI Angkatan Laut (Kobangdikal) masih menjadi saka guru untuk membantu meningkatkan kesejahteraan prajurit.

Oleh karena itu, seluruh pengurus dan pengawas Puskopal Kobangdikal yang beranggotakan beberapa primer koperasi di satuan-satuan Kobangdikal diharapkan memiliki wawasan jauh ke depan, memiliki kepekaan terhadap perubahan serta cerdik memanfaatkan peluang untuk membantu menyejahterakan anggotanya.

Untuk menciptakan koperasi yang produktif, jajaran Puskopal Kobangdikal harus berpikir bagaimana caranya membuat karya nyata serta mensinergikan potensi segenap jajaran Puskopal Kobangdikal, sehingga mampu memberikan kesejahteraan secara langsung kepada anggotanya.

Syukurlah kita masih mendapatkan kabar baik dan prospektif tentang koperasi. Selama ini kita nyaris tidak mendengar gaung sukses koperasi di masyarakat. Adalah benar bahwa koperasi di lingkungan TNI dan Polri menjadi andalan peningkatan kesejahteraan anggota. Namun kenapa koperasi di luar mereka seperti tenggelam atau tidak menjadi andalan rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan di kala kemiskinan merajalela?

Teoritis koperasi tidak akan pernah bangkrut karena modal usaha selalu didrop dari anggota lewat simpanan pokok, wajib, dan sukarela. Bapak Koperasi Indonesia, Muhammad Hatta konon berjuang gigih memasukkan koperasi dalam pembentukan UUD. Namun entah mengapa koperasi tidak pernah benar-benar diajdikan sokoguru perekonomian untuk memakmurkan rakyat.

Kita malah rindu untuk mengkompliti "memakmurkan masjid", pondok pesantren, sampai majelis taklim, lewat pemberdayaan usaha dalam bentuk koperasi. Selain tempat tersebut merupakan komunitas aktif yang tidak formal, juga sangat dekat dan akrab dengan masyarakat sehingga kebutuhan sehari-hari masyarakat, terutama sembako bisa mudah terjangkau dengan cepat.

Lebih dari itu, pemberdayaan koperasi lewat masjid atau lembaga kemasyarakatan lain, (asal jangan lewat parpol yang bisa tergiring pada kesetiawanan kelompok), maka transaksi ekonomi, peredaran uang, bahkan ketahanan kebutuhan pokok menjadi lebih bisa bergulir di akar rumput sehingga apada akhirnya bisa menguatkan perekonomian nasional secara menyeluruh.

Yang kita lihat sekarang, sebelum era perdagangan bebas, budaya utang yang dilakukan negara menjadi budaya masyarakat. Padahal tiap uang berarti menggadaikan pendapatan masa depan, kekayaannya menjadi bukan kekayaan riil, dan masyarakat hidup dengan gelisah karena menanggung beban utang.

Nampaknya ini pula kita menjadi sulit bangkit dari aneka keterpurukan (moral, ekonomi, mutu SDM, dll) di Tanah Air. Tidak saja sulit bangkit dari  keterpurukan ekonomi, juga masyarakat yang kreatif dan dinamis. Koperasi mungkin tidak bisa menjawab semuanya, namun dengan koperasi, rakyat sebetulnya punya sandaran yang kokoh atau modal yang mapan untuk mendapatkan kesejahteraan. Apa para ekonom dan pengusaha sedang tidur? ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar