KEBERADAAN
koperasi di lingkungan militer, khususnya Pusat Koperasi TNI AL (Puskopal)
Komando Pengembangan dan Pendidikan TNI Angkatan Laut (Kobangdikal) masih
menjadi saka guru untuk membantu meningkatkan kesejahteraan prajurit.
Oleh karena
itu, seluruh pengurus dan pengawas Puskopal Kobangdikal yang beranggotakan
beberapa primer koperasi di satuan-satuan Kobangdikal diharapkan memiliki
wawasan jauh ke depan, memiliki kepekaan terhadap perubahan serta cerdik
memanfaatkan peluang untuk membantu menyejahterakan anggotanya.
Untuk
menciptakan koperasi yang produktif, jajaran Puskopal Kobangdikal harus berpikir
bagaimana caranya membuat karya nyata serta mensinergikan potensi segenap
jajaran Puskopal Kobangdikal, sehingga mampu memberikan kesejahteraan secara
langsung kepada anggotanya.
Syukurlah
kita masih mendapatkan kabar baik dan prospektif tentang koperasi. Selama ini
kita nyaris tidak mendengar gaung sukses koperasi di masyarakat. Adalah benar
bahwa koperasi di lingkungan TNI dan Polri menjadi andalan peningkatan
kesejahteraan anggota. Namun kenapa koperasi di luar mereka seperti tenggelam atau
tidak menjadi andalan rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan di kala
kemiskinan merajalela?
Teoritis
koperasi tidak akan pernah bangkrut karena modal usaha selalu didrop dari
anggota lewat simpanan pokok, wajib, dan sukarela. Bapak Koperasi Indonesia,
Muhammad Hatta konon berjuang gigih memasukkan koperasi dalam pembentukan UUD.
Namun entah mengapa koperasi tidak pernah benar-benar diajdikan sokoguru
perekonomian untuk memakmurkan rakyat.
Kita malah
rindu untuk mengkompliti "memakmurkan masjid", pondok pesantren,
sampai majelis taklim, lewat pemberdayaan usaha dalam bentuk koperasi. Selain
tempat tersebut merupakan komunitas aktif yang tidak formal, juga sangat dekat
dan akrab dengan masyarakat sehingga kebutuhan sehari-hari masyarakat, terutama
sembako bisa mudah terjangkau dengan cepat.
Lebih dari
itu, pemberdayaan koperasi lewat masjid atau lembaga kemasyarakatan lain, (asal
jangan lewat parpol yang bisa tergiring pada kesetiawanan kelompok), maka
transaksi ekonomi, peredaran uang, bahkan ketahanan kebutuhan pokok menjadi
lebih bisa bergulir di akar rumput sehingga apada akhirnya bisa menguatkan
perekonomian nasional secara menyeluruh.
Yang kita
lihat sekarang, sebelum era perdagangan bebas, budaya utang yang dilakukan
negara menjadi budaya masyarakat. Padahal tiap uang berarti menggadaikan
pendapatan masa depan, kekayaannya menjadi bukan kekayaan riil, dan masyarakat
hidup dengan gelisah karena menanggung beban utang.
Nampaknya
ini pula kita menjadi sulit bangkit dari aneka keterpurukan (moral, ekonomi,
mutu SDM, dll) di Tanah Air. Tidak saja sulit bangkit dari keterpurukan
ekonomi, juga masyarakat yang kreatif dan dinamis. Koperasi mungkin tidak bisa
menjawab semuanya, namun dengan koperasi, rakyat sebetulnya punya sandaran yang
kokoh atau modal yang mapan untuk mendapatkan kesejahteraan. Apa para ekonom
dan pengusaha sedang tidur? ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar