SOLIDITAS
suatu komunitas terletak pada semangat/gairah tiap anggota dalam memahami visi
dan missi secara utuh yang terbangun bersama sehingga mampu menghadirkan gerak
atau tindakan yang sinerji dan terintegrasi. Komunitas demikian lazimnya
lahir karena terbina dan dimotivasi dengan cermat, terus-menerus, dan ada
pemeliharaan rutin oleh sang motivator. Biasanya komunitas seperti ini memiliki
pemahaman yang mendalam atas tujuannya, paling tidak mereka tahu apa manfaat
yang bisa diraih dalam kebersamaan tersebut.
Komunitas
ini bisa berbentuk atau ternaung dalam kelembagaan seperti partai politik,
institusi, atau organisasi umum lainnya. Pada komunitas yang terorganisir
seperti ini, biasanya mudah dalam menanamkan visi dan misinya yang lazim kita
kenal sebagai pengkaderan. Makin baik pengkaderannya, makin militan pula
anggotanya. Namun jika komunitas itu nyaris tidak berbentuk kecuali bentuknya
adalah masyarakat umum yang majemuk latar belakangnya, maka bisa kita bayangkan
betapa berat kerja yang motivator. Sebab, ia harus mampu menanamkan isme atau
ideologi pada banyak orang yang serba asing isi kepalanya.
Kerja berat
itu tokh harus dilakukan oleh para motivator alias penjaja program, juru
kampanye, atau penyuluh masyarakat. Meski petugasnya ribuan orang, tokh
jarang sekali ada tokoh yang berhasil dengan gemilang menjadi motivator. Namun
yang langka itu ada. Salah satunya adalah Prof Dr Haryono Suyono. Ia demikian
sukses menjadi penjaja sekaligus penggerak program keluarga berencana nasional
(program pemerintah). Diakui atau tidak, Haryono merupakan ikon motivator ulung
sekaligus ikon pemandu gerakan di Indonesia.
Paling tidak
kita tidak menemukan orang lain yang setara. Jika kita bicara KB, orang pasti
ingat Haryono Suyono. Bisa jadi bicara lingkungan hidup orang akan ingat Emil
Salim, namun kita masih dibayangi ingatan pada Kalpataru, Mapala, Pecinta
Lingkungan, Ully Sigar, dll yang membuat kita tidak berpikir pada satu titik
fokus.
Kita tidak
hendak membicarakan sukses KB dengan aneka pemahamannya, namun kita ingin
mengajak untuk menyibak sisi-sisi menarik, trik atau strategi, dan daya pikat
dari kisah sukses sang motivator yang kini berulang tahun ke-81 pada 6 Mei
2008. Sebab, Haryono memiliki kemampuan mengintegrasikan praktek politik,
pemerintahan, manajemen umum, maupun menggerakkan orang banyak secara terencana
dan terjaga dalam bingkai misinya dalam kurun waktu yang panjang. Apalagi
Haryono tidak berhenti di titik pembudayaan KB/NKKBS, kini ia malah melanjutkan
dengan memandirikan orang dengan Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga Sejahtera)
bersama Yayasan Damandiri (lembaga swasta).
Setidaknya
kita tidak ragu untuk mengakui Haryono sebagai politisi, negarawan, manajer,
dan penggerak massayang sulit tertandingi. Sisi inilah yang coba kita terlusur meski
kita berharap malah orang ilmuwan yang tertarik untuk merangkum aktivitasnya
sebagai ilmu yang menunjang aneka perogram kerja di pemerintahan,
perusahaan/kerajaan bisnis, dan aneka "penjinakan" publik.
Sebuah sisi
yang paling kentara adalah kemampuan Haryono dalam merayu massa. Ia perayu
ulung wanita karena faktanya pengikut KB lebih dominan didukung oleh
keikutsertaan kaum ibu. Rasa-rasanya kaum wanita Indonesia tak pernah
kehilangan rasa "gemes" pada Haryono.
Tidak saja dalam Safari KB,
kini lewat perannya sebagai agen Millenium Development Goals (MDGS) yang
berperan untuk memberdayakan keluarga agar sejahtera, hadirin atau persertanya
juga didominasi wanita. Ia tidak saja piwai menterjemahkan pemikiran
strategis pada kehidupan orang banyak, ia juga sutradara yang gilang
gemilang melakonkan orang banyak untuk berpikir, bertindak, dan menuju
perubahan hidup secara gotong royong, terencana, dan begitu santun memeliharan
dan mengantar pesertanya sampai ke gerbang perubahan kehidupan masyarakat yang sarat
harapan.
Kita ingat
betapa di tahun 1970-an Jakarta (apalagi provinsi lain), masyarakatnya hasih
kental dengan budaya tradisional. Khalayak masih tabu bicara blak-blakan soal
seks, apalagi kaum wanitanya. Tokh seorang Haryono muncul menjadi agen pemasyarakatan
KB dengan meyakinkan orang perlunya merancang kehidupan dengan dua anak lewat
mengatur jarak kelahiran dengan memakai alat kontrasepsi. "Kondom"
pun populer sampai mulut rakyat Indonesia tak jengah menyebut barang itu di
pergaulan umum.
Yang hendak
kita garisbawahi adalah kemampuan Haryono untuk merayu kaum ibu untuk rela
(maaf - pen) "terkurangi" kenikmatannya dalam berhubungan dengan
suami. Tokh sampai saat ini sukses KB lebih terdukung oleh kaum wanita. Kita
tidak tahu bagaimana Haryono lahir di zamannya bisa menaklukkan wanita
Indonesia untuk mengikuti skenarionya tentang norma keluarga kecil bahagia dan
sejahtera (NKKBS), maupun meyakini bahwa anak yang lahir "pria atau wanita
sama saja".
Tiap saat ia
mengadakan safari KB. Meski di pedesaan, kaum wanita yang hadir senantiasa
banyak. Rahasianya memang karena program KB diintegrasikan dengan kegiatan PKK,
Poskesmas/Posyandu, Dharma wanita, bahkan majelis taklim. Tepatnya dengan
merangkul ulama, dan tokoh formal dan nonformal masyarakat, dan kader-kader di
berbagai institusi masyarakat.
Menebar isme
(pemahaman) atau memasyarakatkan program harus diakui merupakan kerja
intelektual yang membutuhkan kekuatan jiwani yang rumit dan sulit kecuali oleh
orang brilian yang bisa luwes hadir/tampil pada saat yang tepat ketika
isme/program itu harus disosialisasikan. Tidak saja orang itu harus memenej
pemasyarakatan program, juga meyakinkan orang akan kebenaran ismenya yang bisa
membuahkan hasil positif. Untuk itu pemasar progam harus pandai merayu massa/publik.
Adalah
gayung bersambut karena faktanya Haryono berhasil merengkuh erat wanita
Indonesia luluh dengan rayuannya untuk ber-KB. Adalah aneh karena pada
saat yang bersamaan tidak ada tokoh lain yang cemburu alias meraih sukses yang
sama/setara dalam memasyarakat program negara. Meski ada sukses swasembada
pangan (beras) yang diakui dunia namun tidak nampak tokohnya kecuali hal itu
merupakan kerja kolosal dari rakyat Indonesia, alias ukses semua petani.
Sekali lagi
penulis tidak hendak memuji prestasi orang karena mereka bukan lagi anak-anak
yang ceria disuguhi acungan jempol. Namun kita hanya ingin mengajak khalayak
untuk mencermati gerak langkah Haryono yang terantar sukses oleh strategi dan
taktiknya dalam memasyarakatkan program. Ingin rasanya ada ilmuwan yang jeli
dan telaten untuk mencermati masalah ini dan merangkumnya menjadi "Ilmu
penakluk publik".
Sebuah hal
yang tidak bisa tertinggal adalah dukungan dana. Kebetulan program KB,
lingkungan hidup, dan pemberdayaan masyarakat (MDGs), merupakan program
dunia di zamannya. Wajar jika seluruh negara dan lembaga-lembaga dunia ikut
mengucurkan dana untuk kegiatan tersebut. Mengelola dana untuk pemasyarakatan
program dalam jangka panjang jelas bukan hal yang mudah.
Sebab,
masyarakat harus terjaga terus-menerus antusiasmenya selama sosialisasi program
berlangsung. Namun yang hebat adalah fakta bahwa program yang harus ditelan
oleh tiap individu penduduk malah penduduk itu sendiri yang sukarela menjadi
aktivis dan pelaku program tersebut bahkan dengan mengorbankan waktu, tenaga,
pikiran, dan keihlasan menjalankan program.
Ada apa
dengan Haryono Suyono sehingga ia tidak hanya mampu berkomunikasi secara akrab
dengan masyarakat, terutama kaum wanita, sampai menjadi begitu terpesona pada
program yang dijajakan dari desa ke desa sampai negara ke negara itu? Kia
sadari sarjana komunikasi ini mungkin orang yang duduk pas di kursinya, percaya
diri di bidangnya, dan melangkah gemulai pada misinya. Namun berpijak lama pada
KB lalu meneruskan langkah dengan pemberdayaan masyarakat dengan memasarkan
Posdaya (Program Pos Pemberdayaan Keluarga Sejahtera) adalah kerja panjang dan
hanya bisa dijakankan ketika jiwaya memang ada dan terpanggil di sana.
Dengan kata
lain, ia cinta pada keluarga Indonesia sehingga bisa bersikap sayang dengan
mempintarkan mereka untuk mengubah kehidupan sesuai isme yang dikehendaki, dan
masyakarat merasakan menerima limpahan kasih sayang itu sehingga terlena dalam
buaian programnya. Ini sebuah harmonisasi yang tidak gampang membangunnya. Maka
pantas jika Haryono memang menjadi ikon pemberdayaan keluarga atau pialang
program. Kita butuh ilmunya yang terbukukan.
Menjadi
saksi perjalanan karir Haryono Suyono sejak menjadi Kepala BKKBN sampai kini
menjadi duta MDGs yang juga memasarkan pemberdayaan keluarga (Posdaya) sering
tidak mudah untuk mencermati sisi-sisi kunci pemikatnya ketika mensosialisaikan
program garapannya. Kini bahkan memberi modal usaha, memberi kredit dengan
bunga rendah dan mudah lewat bank penyalur dananya, maupun membantu pengentasan
kemiskinan dan membantu korban bencana alam dengan berbagai bentuknya, terkesan
tidak cukup menonjol cara merayunya.
"Met
ultah Bung, semoga tetap jadi orang yang selalu membikin 'gemes' kaum wanita”.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar