Sekumpulan
anak berdiri di pinggir jalan raya sambil mengacung-acungkan kertas
bertuliskan, “Om Telolet Om” . Sang pengemudi yang sudah mengerti maksud
anak-anak tersebut, lantas membunyikan klakson keras-keras, disusul tawa riang anak-anak
itu.
Masyarakat
Indonesia belakangan ini tentu sudah tidak asing dengan fenomena seperti
disebutkan di atas. Media-media baik cetak maupun online termasuk blog ramai memberitakan fenomena tersebut. Ya muka-muka ceria anak-anak yang berharap sang sopir
membunyikan klaksonnya seperti menjadi hiburan bagi sang pengemudi. Apalagi
jalanan Jakarta yang nyaris selalu dihiasi dengan kemacetan.
Apa
boleh buat, kemacetan dan berbagai persoalan di jalan raya, harus dihadapi sang
pengemudi setiap hari. Belum lagi persoalan yang hanya bisa diketahui jika kita
banyak berdiskusi dengan para pengemudi tersebut. Ya, bagi anak-anak, dan
mungkin sebagian masyarakat, hanya sedikit yang tahu bahwa di balik kerasnya
bunyi klakson, kehidupan sopir-sopir truk itu sejatinya berada di zona ketidakpastian
tentang masa depan, termasuk tentunya jaminan hari tua dan juga jaminan pensiun
Ilustrasi
sederhana, saat masih sehat dan muda usia, mereka bisa mendapatkan order
mengirim barang sesuai pesanan juragan. Tapi
manakala usia makin tua, mereka pun harus suka rela melepas kemudi truk.
Terlalu besar resikonya jika tetap memaksakan diri mengemudikan kendaraan di
jalan raya.
Kenyataannya,
sopir-sopir itu memang hanya mendapatkan upah jika mendapat order sesuai jarak tempuh pengiriman barang. Saat tidak ada
order, sopir-sopir itu pun tidak
mendapatkan penghasilan. Istilahnya, no
work no pay.
Penghasilan
yang mereka terima pun tidak menentu. Itu karena mereka hanya mendapatkan upah dari
sisa uang jalan yang diberikan pemilik truk. Sementara yang dimaksud uang jalan
sudah mencakup keseluruhan, mulai dari solar, makan minum selama perjalanan,
kempes ban, sampai berbagai pungutan baik yang resmi maupun
tidak resmi.
Dengan
demikian, besar kecilnya penghasilan tergantung sisa dari pengeluaran selama
dalam perjalanan tersebut. Jika sedang tidak banyak pengeluaran, penghasilan
lebih besar karena pengeluaran hanya untuk kebutuhan solar saja. Tapi jika
pengeluaran di jalan banyak, penghasilan pun menjadi berkurang bahkan tidak bersisa sama sekali.
Sistem
seperti ini sudah puluhan tahun berlangsung. Hubungan kerja antara pemilik truk
dan pengemudi sebatas hubungan by order
belaka. Hubungan itu dibungkus dengan istilah yang sepintas keren: kemitraan.
Padahal, dalam prakteknya sopir menghadapi situasi ketidakpastian baik menyangkut
penghasilan maupun jaminan masa depan, jaminan hari tua dan jaminan pensiun.
Berangkat
dari hal tersebut, tak mengherankan jika kita sering mendengar aksi protes para
sopir kepada juragan truk agar mereka diperlakukan seperti pekerja pada umumnya,
memperoleh gaji setiap bulan serta
fasilitas lain seperti kesehatan, kecelakaan kerja, maupun jaminan hari tua.
Mengulang
kalimat di atas, kondisi ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Kondisi yang pernah
saya alami dan teman-teman pengurus serikat pekerja saat berupaya meningkatkan kesadaran
para pengemudi akan pentingnya mempersiapkan kehidupan di hari tua, pentingnya
mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan (sebelumnya dikenal dengan sebutan Jamsostek).
Dengan segala keterbatasan, harus gerilya dari garasi ke garasi tempat
kendaraan dan sopir itu berkumpul. Tak jarang mendapat penolakan dari para pemilik armada.
Mereka –para pemilik armada itu—merasa tak perlu mengikutsertakan pengemudinya ikut
program tersebut. Mereka menganggap kewajiban mereka sebatas memberikan uang
jalan semata. Dan itu dianggap lebih
dari cukup.
Blusukan
Foto-foto Kegiatan Serikat Pekerja |
Meski
mendapat tantangan, gerilya atau blusukan dari satu garasi ke garasi terus
dilakukan. Sasarannya, garasi yang tak jauh dari kawasan Pelabuhan Tanjung
Priok, tempat saya dan teman-teman beraktivitas sehari-hari. Blusukan ini belum sepenuhnya berhasil. Tapi
ini merupakan ikhtiar yang kami lakukan sebagai langkah persuasif baik kepada
pemilik truk maupun para pengemudi. Bahwa untuk bisa ikut serta dalam program
BPJS Ketenagakerjaan tidak harus melakukan aksi-aksi yang mungkin kurang
kondusif dari sisi hubungan pemilik dan pengemudi. Apalagi para pengemudi truk merupakan
pekerja yang tidak memiliki perjanjian hubungan industrial langsung dengan
pemilik angkutan (status pekerja harian lepas).
Pendekatan
persuasif yang dilakukan ke garasi-garasi ditempuh dengan dua langkah utama.
Pertama, mendatangi petugas BPJS Ketenagakerjaan untuk berdiskusi dan
mengetahui lebih jauh tentang program lembaga tersebut. Alhamdulillah, petugas
BPJS sangat welcome dan berbagi
pengalaman tentang aksi sosialisasi door
to door ke garasi. Tak hanya itu, berdiskusi dengan petugas BPJS
Ketenagakerjaan juga mendapatkan informasi tambahan mengenai program BPJS untuk
perorangan.
Kelompok-kelompok masyarakat seperti pedagang pasar, pemilik dan
pegawai toko, penjahit, tukang ojek, pedagang kaki lima, bahkan pembantu rumah
tangga. Programnya seperti yang saya sosialisasikan selama ini yakni jaminan
kecelakaan kerja, kematian dan hari tua.
Dengan premi kurang dari 100 ribu sebulan, peserta mendapatkan manfaat
yang luar biasa. Misalnya jika meninggal karena kecelakaan kerja mendapat
santunan sekitar Rp124 juta, meninggal dunia santunan sebesar Rp21 juta, dan
juga jaminan hari tua.
Kedua,
berbekal informasi dari petugas BPJS Ketenagakerjaan, kemudian dilanjutkan
dengan blusukan ke garasi-garasi tempat para sopir itu berkumpul. Alhamdulillah,
meski belum sepenuhnya berhasil, beberapa garasi kini sudah mengikutsertakan
pengemudinya ikut dalam program BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
Masih
banyak garasi yang harus dikunjungi. Masih banyak pengemudi yang harus diajak
ikut dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Itu semua membutuhkan waktu. Harapannya
kini, pihak BPJS Ketenagakerjaan lebih gencar lagi mensosialisasikan
program-program tersebut. Kenyataan di lapangan, mereka juga bukan tidak mau
ikut, tapi masih minimnya informasi dan juga kesadaran dari para pemilik armada
untuk mengikutsertakan para pengemudi ikut dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Sekian puluh ribu truk yang beroperasi di
Pelabuhan Tanjung Priok, sekian puluh ribu pula pengemudi yang seharusnya memperoleh hak untuk masa depan, jaminan hari tua dan jaminan pensiun yang lebih baik melalui program BPJS.***
Memang penting jaminan hari tua bagi semua pekerja. Saat tubuh sudah tidak mampu lagi bekerja, namun kita tetap butuh biaya hidup. Disitulah JHT diperlukan. Sayang banyak orang yang tidak menyadarinya.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMohon kepada admin tunas kreativita agar komentar yang berkaitan dengan dukun dan nomor togel segera dihapus...terima kasih..
BalasHapusMohon maaf jika postingan ini menyinggung perasaan anda semua tapi saya hanya mau menceritakan pengalaman pribadi saya yang mengubah kehidupan saya menjadi sukses sekarang. Perkenalkan terlebih dahulu saya Sahra Atifah biasa di panggil Sahra, dulu Saya bekerja di salah satu Seafood restaurant di Dubai, tapi saya sudah menyerah tinggal disana. Tapi saya tetap ikhtiar. Dulu pengen pulang ke indonesia tapi gak ada ongkos. sempat saya putus asa,gaji pun selalu di kirim ke indonesia untuk biaya orang tua di kampung, sedangkan hutang banyak, kebetulan buka-buka internet mendapatkan website jobstkwluarnegeri.blogspot.com waktu itu saya buka alamat nya di google. Dan Kebetulan ada nama Mbah Suro katanya bisa bantu orang melunasi hutang melalui jalan Pesugihan Dana Ghaib. dengan keadaan susah jadi saya coba beranikan diri menhubungi langsung nomernya +6282354640471 dan berkenalan dengan beliau Mbah Suro, Dan saya menceritakan keadaan saya. Beliau menyarankan untuk mengatasi masalah perekonomian saya dengan Pesugihan Dana Ghaib nya. Dan alhamdulillah benar-benar terbukti nyata hasil nya sekarang. terima kasih banyak ya allah atas semua rejekimu ini. Beliau juga bisa bantu seperti Pesugihan Anka nomor Togel, Penglaris Usaha/Dagang, Jampi pelet, dll...
BalasHapus