DARI STASIUN PASAR SENEN, Jakarta jam 7 pagi, tiba di stasiun Tugu, Yogyakarta jam 3 sore.
Keluar dari stasiun, memanggil tukang becak, tawar-menawar ongkos, setelah
sepakat langsung menuju hotel. Sengaja tidak naik taksi atau ojek online agar
bisa lebih menikmati suasana Jogja atau Yogyakarta di sore hari.
Sebagaimana yang direncanakan liburan dengan budget minimal di Maliboro pun berlangsung tanpa hambatan. Kawasan Malioboro malam hari begitu eksotis dan ramai dengan masyarakat maupun wisatawan. Selain wisata belanja, di sini bisa juga disebut sebagai pusat wisata kuliner.
Meskipun
tidak ada teman untuk mengobrol, tapi seru juga menikmat liburan sendiri. Saya
bebas berkenalan dengan banyak orang baru yang saya temui di pantai itu. Sama seperti
halnya waktu di Malioboro tadi malam. Saya berkenalan dengan Andreas, teman
baru asal Flores, yang juga sedang berlibur di Jogja. Bedanya Andreas datang ke
Jogja dengan rombongan teman-teman kampusnya.
Tak
lebih dari 10 menit, akhirnya tiba di hotel tujuan. Setelah membayar ongkos
becak, langsung masuk lobi menuju resepsionis. Sekadar informasi, hotel tempat saya
menginap itu terletak tidak jauh dari kawasan wisata Malioboro. Sengaja memilih
sekitar kawasan itu demi kemudahan akses menelusuri Yogyakarta sebagaimana travel itinerary yang sudah saya buat.
“Selamat
sore Bapak. Ada yang bisa kami bantu?” suara petugas resepsionis bertanya
ramah.
“Mau
check in atas nama Karnali Faisal,
booking tanggal 10 Juni, seminggu lalu, via online,” jawab saya. Lengkap.
“Oke
ditunggu ya Pak. Kami cek dulu..” ujar
petugas resepsionis itu.
“Silakan,”
jawab saya.
Tak
lama, resepsionis berparas manis itu menyampaikan betul ada nama saya di daftar
tamu hotel tersebut. Dia menyebutkan nama lengkap saya dan tipe kamar yang saya
booking serta rencana lamanya waktu menginap.
“Bisa
dibantu KTP-nya Pak?”
Saya
mengeluarkan dompet dari dalam tas, lalu mengambil KTP dan menyerahkannya
kepada petugas resepsionis tersebut. Petugas hotel itu kemudian menginput data
saya dan tampak berbicara menggunakan Handy Talky.
Tak
sampai 5 menit, petugas resepsionis kemudian menyerahkan kembali KTP dan kunci
kamar.
“Ini
kunci kamar 346 Pak. Dari sini silakan Bapak naik lift, nanti ada room boy yang
membantu membawa barang-barang Bapak dan mengantarkan ke kamar. Untuk breakfast di restoran lantai bawah dekat
kolam renang ya ,” ujar petugas resepsionis itu.
“Oke
terima kasih. Di kamar ada Wifi kan?” tanya saya.
“Ada
Pak. Passwordnya nomor kamar hotel spasi yogya. Huruf kecil semua ya. Ada lagi yang ditanyakan
Pak?,” jawab petugas resepsionis itu.
“Cukup, terima kasih,”
“Baik
Bapak, selamat beristirahat,”
Seorang
room boy dengan seragam bertuliskan nama hotel menghampiri. “Saya bantu bawain
tasnya ya, Pak..”
“Oke
silakan...”
Tiba
di kamar saya membongkar isi tas untuk kemudian menyimpan pakaian di lemari dan
menempatkan barang-barang lainnya di atas meja. Setelah itu menuju kamar mandi
untuk membersihkan badan usai seharian dalam perjalanan di atas kereta.
Masih
ada waktu 1 jam lagi untuk beristirahat. Sekadar menikmati welcome drink sembari membaca lagi rencana perjalanan (itinerary).
Dari
itinerary yang sudah saya susun dua minggu lalu, rencananya jam 5 sore mau ke
tempat penyewaan sepeda motor. Dari hasil berselancar di internet, banyak
tempat penyewaan sepeda motor di Jogja. Salah satu tempat penyewaan itu berada
di sekitar Malioboro. Tarifnya terjangkau hanya Rp70 ribu sehari untuk motor
matic.
Saya
merencanakan akan menyewa selama 4 hari agar bisa mengesplorasi Jogja lebih
leluasa. Sejumlah tempat yang akan saya kunjungi selama di Jogja antara lain Keraton
Jogja, Malioboro, Pantai Parangtritis, Goa Pindul, tempat membuat kerajinan
perak Kotagede, dan Prambanan. Kalau masih sempat, mau juga keliling kota
dengan Trans Jogja. Sebenarnya ingin juga ke Merapi, tapi dari itinerary yang
saya buat, waktunya kurang memungkinkan. Mungkin di lain kesempatan berlibur ke
Jogja, Merapi menjadi tujuan utama selain destinasi yang lainnya.
***
Tempat
penyewaan sepeda motor itu terbilang ramai. Seorang pemuda yang berjaga di situ
menanyakan jenis sepeda motor yang mau saya sewa.
“Merek
apa aja yang penting matic,” jawab saya. Pemuda itu kemudian meminta temannya
untuk mengambil sepeda motor yang saya maksud di garasi. Setelah dicek semua
kelengkapannya, saya setuju menyewa motor tersebut,
Ternyata
selain KTP, saya juga harus menyimpan uang jaminan (deposit) sebesar satu
setengah juta rupiah. Karena tidak bawa uang cash saat itu, terpaksa harus ke
ATM dulu. Untung di Pom bensin dekat penyewaan sepeda motor itu, ada ATM.
Setelah menyelesaikan semua urusan administrasi, saya pun kembali hotel dengan
membawa sepeda motor sewaan tersebut.
Rasa
cape selama dalam perjalanan Jakarta Jogja mengalahkan keinginan saya untuk
mengeksplorasi Jogja di malam hari. Seperti yang sudah saya rencanakan, malam
pertama di Jogja saya ingin menghabiskan waktu di Malioboro. Saya sering
mendengar cerita yang begitu mengesankan tentang Malioboro, dan nanti malam saya
ingin membuat sendiri cerita itu.
“Motornya
jangan dikunci Pak,” ujar petugas parkir. Saya mengiyakan. Mungkin untuk
memudahkan keluar masuk motor di tempat parkiran itu.
Suasana Malioboro di malam hari (swaragamafmcom) |
Sebagaimana yang direncanakan liburan dengan budget minimal di Maliboro pun berlangsung tanpa hambatan. Kawasan Malioboro malam hari begitu eksotis dan ramai dengan masyarakat maupun wisatawan. Selain wisata belanja, di sini bisa juga disebut sebagai pusat wisata kuliner.
Hiburan
musik dari para pengamen jalanan menambah semarak suasana. Cahaya lampu dari
Museum Benteng Vredeburg pun menambah terang kawasan itu.
Sayangnya
ada yang terlupa dan sangat saya sesalkan yaitu kamera. Padahal, kalau saja
membawa kamera saya bisa mengabadikan suasana Malioboro saat itu. Resiko
berpetualang sendiri memang seperti ini. Kalau ada barang yang lupa dibawa atau
ketinggal an tidak ada yang mengingatkan.
Dengan
segala keterbatasan fasilitas kamera HP, akhirnya hanya bisa memotret dengan
hasil seadanya. Tapi lumayan. Toh target mengeksplorasi kawasan Malioboro sudah
berhasil dilakukan. Duduk-duduk di depan Museum Benteng Vreduburg, beranjak ke
depan Keraton Jogja, kemudian beristirahat sambil minum wedang ronde ditemani
kudapan penghangat tubuh.
Malam
makin larut. Waktu sudah menunjukan hampir jam 11. Tapi kehidupan Malioboro
seperti terus berdenyut. Para pengunjung masih betah belanja souvenir maupun
pakaian yang dijual di toko maupun pedagang kaki lima.
Saya
belum berbelanja karena rencananya sebelum kembali ke Jakarta, akan kembali ke
Malioboro lagi sekadar membeli oleh-oleh yang dijual di situ seperti bakpia,
kaos dan souvenir lainnya.
Eksplorasi
di seputaran Malioboro malam itu tuntas. Jam 11 kurang sepuluh menit saya
menuju parkiran motor untuk selanjutnya kembali ke hotel. Beristirahat.
Mungkin karena cape seharian, malam itu saya
tertidur lelap. Jam 6 pagi baru bangun. Padahal, tadinya saya mau berangkat
lebih pagi karena akan mengunjungi Pantai Parangtritis. Akhirnya saya bergegas
mandi dan mempersiapkan perjalanan hari kedua di Jogja.
Sambil
sarapan pagi di hotel, saya kembali berselancar di internet. Sekadar memastikan
jarak antara Kota Jogja dan Parangtritis serta lama perjalanan. Ternyata dari
Google Maps saya mendapat info jaraknya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 27
Km. Itu artinya saya bisa menempuh perjalanan paling lama 1 jam dengan
kecepatan sepeda motor 40 km/jam. Saya memang tidak mau cepat-cepat di
perjalanan. Karena memang tujuannya untuk berwisata, bukan untuk bekerja atau
keperluan lainnya. Tentunya bersantai dalam perjalanan lebih cocok.
Setelah
mengetahui perjalannan yang tidak terlalu jauh, saya pun tidak terburu-buru.
Saya memutuskan untuk berangkat jam 9 pagi sehingga bisa sampai di
Parangtritis jam 10 atau jam 11, tergantung kondisi lalu lintas. Tapi saya
yakin traffic ke Parangtritis juga
penuh karena saat itu kebetulan sedang musim liburan.
Singkat cerita, setelah menitipkan kunci kamar
ke resepsionis, saya pun memulai kembali petualangan pagi itu menuju Pantai
Parangtritis. Cuaca pagi itu memang bersahabat. Cocok untuk melakukan
perjalanan dengan mengendarai sepeda motor.
Saya
tiba di Parangtritis kurang lebih jam setengah sebelas. Sinar matahari mulai menyengat. Dari tempat
parkir yang tidak terlalu jauh dari pantai, saya melihat sudah banyak orang
yang menikmati suasana Parangtritis siang itu.
“Ada
kamar juga buat menginap. Murah. Paling juga dua ratus ribuan,” ujar tukang
parkir saat saya tanya kalau mau bermalam untuk menyaksikan matahari terbit
(sunrise) besok pagi.
Sepanjang
jalan menuju pantai, para pedagang menawarkan dagangannya. Celana renang,
pelampung, dan aneka aksesoris lainnya. Para penunggu kedai yang berderet di situ juga menawarkan makanan
atau minuman.
“Monggo
mampir. Ngebakso dulu..” tawar seorang pedagang bakso. Saya melambaikan tangan
dan terus berjalan.
Pantai Parangtritis (wisatajogjaarucom) |
Sendiri
di Parangtritis, saya berendam di pantai, menikmati demburan ombak yang
susul-menyusul secara bergelombang. Kemudian berjemur seperti banyak orang
lainnya di terik siang itu. Saya juga menyewa andong yang ditarik kuda berkeliling
di pinggir pantai. Seru.
Lelah
berendam dan berjemur di pantai, saya menikmati es kelapa muda dan kue-kue tradisional
yang dijajakan para pedagang asongan di situ.
Berjam-jam
berjemur di pantai membuat kulit terasa gosong. Apalagi matahari di bulan Juni
memang sedang panas-panasnya.Tapi suasananya memang mengasyikan.
Ketika
matahari sudah mulai beranjak ke sore hari, saya pun meninggalkan Pantai
Parangtritis. Selanjutnya mandi dan membersihkan diri yang tersedia di area
penginapan kawasan Parangtritis.
Sekitar
jam 5 saya sudah siap-siap kembali ke hotel di Jogja.
Demikianlah
pengalaman dua hari di Jogja. Menikmati suasana malam hari di Malioboro dan berwisata
ke Pantai Parangtritis. Masih ada tiga hari lagi di Jogja. Seperti rencana yang
sudah disusun, Goa Pindul, Kota Gede, dan menyusuri kota dengan Trans Jogja
menjadi agenda perjalanan besok. Hari terakhir ke ke Pasar Bringharjo dan
Maliboro untuk sekadar membeli oleh-oleh buat teman-teman kantor.
Ada
yang di luar rencana sebenanrnya. Malam setelah di Parangtritis, saya menikmati
Jogja dalam balutan suasana milenial. Saya nge-mal di Ambarukmo Plaza untuk
makan dan menonton film yang sedang tayang saat itu. Tidak terlalu malam. Jam
11 kembali ke hotel karena harus mempersiapkan energi esok harus ke Goa Pindul.
Saya
ingin mempersingkat cerita perjalanan ke Goa Pindul dan Kotagede. Tentunya
kalau diceritakan akan panjang sekali dan banyak kisah yang menarik. Contohnya
waktu berkunjung ke Goa Pindul yang pengalamannya sulit untuk dilupakan.
Keseruan menyusuri aliran sungai di dalam goa itu luar biasa.. Kita menggunakan
pelampung duduk di atas ban dalam mobil, kemudian membentuk kelompok yang
saling berpegangan, bahkan dengan orang yang tidak kenal, itu seru. Para guide
tour sigap membantu para wisatawan yang kesulitan menaiki pelampung. Tentunya
ini akan lebih seru lagi jika dilakukan secara berombongan karena menjadi
pengalaman yang tak terlupakan.
Goa Pindul (hargatiketmasukinfo) |
Sedangkan
di Kotagede saya menyaksikan para pengrajin yang membuat aneka macam barang dan perhiasan
dari perak. Sepanjang jalan ini berderet toko-toko yang menjual barang-barang hasil
kerajinan dari perak dan berbagai bahan lainnya. Cocok untuk souvenir. Saya
membuat ukiran nama di atas lempengan perak dan kemudian diikat menggunakan
kalung yang juga dari perak. Buat kenang-kenangan.
Keseruan
lainnya waktu menaiki Transjogja. Seru karena bisa melihat kesibukan Joga. Seru
juga karena saya naik dari halte transjogja pertama sampai terakhir, dan
kemudian balik lagi sampai kemudian turun di Malioboro.
Sesuai
rencana saya harus sudah kembali di hari ke-4. Sisa waktu saya habiskan untuk
berjalan di antara lorong-lorong penjual batik dan pakaian lainnya di Pasar
Bringharjo, kemudian menyusuri pertokoan Maliobor dan kemudian membeli
oleh-oleh khas Jogja lainnya: Bakpia. Setelah itu mengembalikan sepeda motor ke
tempat penyewaan sekaligus mengambil KTP dan uang jaminan. Lalu check out
hotel.
Tiket
kereta api sudah ditangan. Kereta dari Jogja berangkat jam 17.45. Saya pun
bergegas menuju Stasiun Tugu, meninggalkan Jogja dengan banyak kesan tentang
kota dengan banyak pesona wisata dan biaya liburan yang cukup terjangkau. Sampai jumpa lagi dengan cerita liburan di
Jogja. Masih banyak tempat yang belum dikunjungi. Salah satunya Merapi.
Mudah-mudahan nanti ada kesempatan lagi.***